Rabu, 12 Mei 2010

MOLAHIDATIDOSA
Kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus ; gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormone, yakni human chonionic gonadotropin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar dari pada kehamilan biasa.
Uterus membesar lebih cepat dari biasa penderita mengeluh tentang mual dan muntah, tidak jarang terjadi perdarahan per vaginam. Kadang-kadang pengeluaran darah disertai dengan pengeluaran beberapa gelembung villus, yang memastikan diagnosis mola hidatidosa.
Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 atas 120 kehamilan) dari pada wanita di Negara-negara barat (1 atas 2000 kehamilannya). Tentang nasibnya kehamilan tidak normal ini dapat dikatakan, bahwa mola keluar sendiri atau dikeluarkan dengan suatu tindakan ; pengeluaran sendiri biasanya disertai dengan perdarahan banyak.
Dari mola yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblast yang bersifat ganas. Tumor ini ada yang kadang-kadang masih mengansung villus disamping teofoblast yang berproliferasi, dapat mengadakan infasi yang umumnya bersifat local, dan dinamakan mola destruens (invasive mole, penyakit trofoblas ganas jenis villosum). Selain itu terdapat pula tumor trofoblast yang hanya terdiri atas sel-sel trofoblast tanpa stroma, yang umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus tetapi menyebar ke alat-alat lain (koriokarsinoma, penyakit trofoblast ganas non villosum).
Oleh IUAC (International Union Against Cancer) diadakan klasivikasi sederhana penyakit trofoblast, yang mempunyai keuntungan bahwa angka-angka yang diperoleh dari berbagai Negara di dunia dapat dibandingkan. Klasifikasi ialah :
1. Ada hubungan dengan kehamilan ;
2. Tidak ada hubungan dengan kehamilan.
A. Diagnosis Klinik
1. Non-metastatik
2. Metastatic
a. Local (pelvis)
b. Ekstra pelvic
B. Diognosis Morfologik
1. Mola hidatidosa
a. Non-invasif
b. Invasif
2. Khoriokarsinoma
3. Tidak bisa ditentukan
Golongan tidak bisa ditentukan terdiri atas penyakit trofoblast dimana tidak terdapat bahan-bahan dari otopsi, atau operasi, atau kerokan untuk membuat diagnosis morfologik, akan tetapi diagnosis dibuat dengan cara-cara lain (hormonologik).
C. Diagnosis
Sudah dikemukakan bahwa uterus pada mola hidatidosa tumbuh lebih cepat dari pada kehamilan biasa ; pada uterus yang besar ini tidak terdapat tanda-tanda adanya janin di dalamnya, seperti balottemen pada palpasi, gerak janin pada auskultasi, adanya kerangka janin pada pemerikasaan janin rontegen, dan adanya denyut jantung pada ultra sonografi. Perdarahan merupakan gejala yang sering ditemukan.
Diagnose baru pasti kalau kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola. Kalau uterus lebih besar daripada sesuai dengan tuanya kehamilan maka kemungkinan yang harus dipertimbangkan :
• Haid terakhir keliru
• Kehamilan dengan myomi uterik
• Hydramnion
• Gemelli
• Mola hidatidosa
Untuk membuat diagnose sering dilakukan pemeriksaan sebagai bereikut :
1. Ro foto : kalau ada rangka janin maka kemungkinan terbesar bahwa kehamilan biasa walaupun pada mola partialis kadang-kadang terdapat janin. Tidak terlihatnya janin tidak menentukan.
2. Reaksi biologis misalnya Galli Mainini : pada mola hidatidosa kadar gonadhotropin chorion dalam darah dan aer kencing sangat tinggi maka reaksi Galli Manini dilakukan kuantitatip. Kadar gonadhotropin yang diperoleh harus dibandingkan dengan kadar gonadotropin pada kehamilan biasa dengan umur yang sama. Pada kehamilan muda gonadhotropin naik dan mencapai puncaknya ± pada hari ke-100 sesudah mana kadar tersebut turun. Kadar yang tinggi sesudah hari ke-100 dari kehamilan lebih berarti daripada kadar yang tinggi sebelum hari ke-100.
3. Percobaan sonde: pada mola sonde mudah masuk kedalam cavum uteri, pada kehamilan biasa ada tahanan janin.
4. Tekhnik baru yang sudah diperkembangkan ialah :
• Arterio grafi : yang memperlihatkan pengisian bilateral vena uterine yang dini.
• Suntikan zat kontras kedalam uterus : memperlihatkan gambaran sarang tawon.
• Ultrasonografi : gambaran badai salju
Kadar hCG pada mola jauh lebih tinggi dari pada kehamilan biasa. Ultrasonografi (B-Scan) member gambarab yang khas mola hidatidosa.


D. Penanganan mola hidatidosa
Berhubungan dengan kemungkinan, bahwa mola hidatidosa menjadi ganas, maka terapi yang terbaik bagi wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak yang diinginkan, ialah histerektomi. Akan tetapi pada wanita yang masih menginginkan anak, maka setelah diagnosis mola dipastikan, di lakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan (sunction curettage) disertai dengan pemberian infuse oksitosin intra vena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa-sisa konseptus ; kerokan perlu dilakukan hati-hati berhubung dengan bahaya perforasi.
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong, dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblast yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
Sebelum mola dikeluarkan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontegen paru-paru untuk menentukan ada tidaknya metastasis di tempat tersebut.
Setelah mola dilahirkan, dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista teka-lutein. Kista-kista ini tumbuh karena pengaruh hormonal, kemudian mengecil sendiri.
E. Pengamatan lanjutan
Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya dikosongkan, sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya tumor ganas (dalam ± 20 %). Anjuran untuk pada semua penderita pasca mola dilakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya keganasan, belum dapat diterima oleh semua pihak.
Pada pengamatan lanjutan, selain memeriksa terhadap kemungkinan timbulnya metastasis, sangat penting untuk memeriksa kadar hormone koriogonadotropin (hCG) secara berulang.
Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi negative, dan tetap tinggal negative. Pada awal pasca mola dapat dilakukan tes hamil biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa jadi negative, perlu dilakukan pemeriksaan radio-immunoassay hCG dalam serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat menemukan hormone dalam kuantitas yang rendah.
Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi negative selama tiga minggu, dan selanjutnya tiap bulan selama enam bulan. Sampai kadar hCG menjadi negative, pemeriksaan rontegen paru-paru dilakukan tiap bulan. Selama dilakukan pemeriksaan kadar hCG, penderita diberitahukan supaya tidak hamil. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam dua hal :
1. Mencegah kehamilan baru, dan
2. Menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar hCG.
Apabila tingkat kadar hCG tidak turun dalam tiga minggu dalam berturut-turut atau malah naik, dapat diberi kemoterapi, kecuali jika penderita tidak menghendaki bahwa uterus dipertahankan ; dalam hal ini dilakukan histerektomi.
Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian methotrexate atau Dactieo-mycin, atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup hanya memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan uterus dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negative selama enam bulan.
F. Pengobatan
Mengingat bahaya tersebut diatas maka mola hidatidosa harus digugurkan segera setelah diagnose ditentukan, tetapi mengingat bahaya chorilcarcinoma harus diadakan follow-up yang teliti, jadi terapi terdiri atas dua bagian :
1. Pengguguran dan curettage dari mola atau dilakukan histerektomi.
2. Follow-up untuk mengawasi gejala-gejala chorilcarcinoma
Kalau sudah ada pembukaan sebesar kira-kira satu jari dilakukan curettage. Curettage ini selalu harus dengan transfuse darah karena kemungkinan perdarahan yang banyak besar sekali. Sebaiknya dipergunakan fakum kuret. Mengingat bahaya perforasi, karena uterus sangat lunak baik diberikan oksitosin sebelum curettage dimulai. Dengan penyuntikan oksitosin, uterus berkontraksi, dindingnya lebih keras dan mengurangi bahaya perforasi.
Kalau belum ada pembukaan maka harus diusahakan dulu supaya servik cukup membuka karena curettage mola melalui ostium yang sempit sangat berbahaya.
Pembukaan servik dapat dicapai secara kimiawi misalnya dengan pemberian infuse oksitosin 10 satuan dalam 500 cc glukosa 5% atau dengan penyuntikan 2 ½ satuan oksitosin tiap setengah jam sebanyak 6 kali. Cara yang lain adalah secara mekanis dengan mempergunakan laminaria stift atau kombinasi dari kedua cara.
Supaya pengosongan rahim dapat dilakukan dengan cepat, dipergunakan cunam abortus dulu dan ekspresi pada fundus, baru kalau uterus sudah kecil dilakukan curettage.
Kira-kira 10-14 hari setelah curettage pertama, dilakukan curettage kedua. Pada waktu ini uterus sudah mengecil hingga lebih besar kemungkinan bahwa curettage betul menghasilkan uterus yang bersih. Pada wanita yang sudah berumur 40 tahun atau lebih mungkin lebih baik dilakukan histerektomi.
Kejadian chorilcarcinoma setelah histerektomi hanya 2,8 % sedangkan sesudah curettage 8, 4 %.
Untuk follow-up setelah curettage reaksi biologis dilakukan sekali 2 minggu sampai reaksi negative, kemudian sekali sebulan sampai 2 tahun. Hal ini perlu untuk lekas mendiagnosa chorilcarcinoma.
Pada umumnya reaksi imunologis atau biologis 3 minggu setelah pengosongan mola dan paling lambat setelah 6 minggu menjadi negative (sesudah 2 minggu 50 % negative dan sesudah 40 hari 75% negative) kalau setelah 6 minggu reaksi masih positive perlu pengawasan klinins.
Kalau reaksi biologis kuantitativ naik atau tidak mau menjadi negative atau setelah negative menjadi positive kembali, maka ini merupakan tanda chorilcarcinoma.

G. Gejala-gejala lain dari chorilcarcinoma ialah bahwa setelah curettage mola :
1. Perdarahan terus menerus
2. Involusi rahim tidak terjadi
3. Kadang-kadang malahn nampak metastase di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah sebesar kacang Bogor.
Mungkin juga timbul metastase di paru-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe. Maka kalau ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto toraks berulang-ulang.