Jumat, 30 September 2011

NORPLANT Sinonim : Alat kontrasepsi bawah kuliat (AKBK), Implant, KB susuk. Norplant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung lenovorgestrel yang dibungkus dalam kapsul silastic-silicone (polydimethylsiloxane) dan disusukkan di bawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukkan di bawah kulit adalah sebanyak 6 kapsul dan masing-masing kapsul panjangnya 34 mm dan berisi 36 mg levonrogestrel. Setiap hari sebanyak 30 mcg levonorgesrel dilepaskan ke dalam darah secara difusi melalui dinding kapsul. Levonorgesrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini-pill atau pil kombinasi atau pun pada AKDR yang bioaktif. Mekanisme kerja 1. Mengentalkan lendir serviks uteri sehingga menyulitkan penetrasi sperma. 2. Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak cocok untuk implantasi zygote. 3. Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi. Efek kontraseptif Norplant yang merupakan gabungan dari ketiga mekanisme kerja tersebut di atas. Daya guna norplant cukup tinggi. Kepustakaan melaporkan kegagalan norplant antara 0,3 – 0,5 per seratus tahun wanita. Kelebihan norplant antara lain adalah cara ini cocok untuk wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen, perdarahan yang terjadi lebih ringan, tidak menaikkan tekanan darah, risiko terjadinya kehamilan ektopik lebih kecil jika dibandingkan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). Selain itu cara Norplant ini dapat digunakan untuk jangka panjang (5 tahun) dan bersifat reversibel. Menurut data-data klinis yang ada dalam waktu satu tahun setelah pengangkatan Norplant, 80 % sampai 90 % wanita dapat menjadi hamil kembali. Efek samping Norplant antara lain adalah gangguan pola haid, seperti terjadinya spotting, perdarahan haid memanjang atau lebih sering berdarah (metrorrhagia), amenorea; mual-mual, anoreksi, pening, sakit kepala, kadang-kadang terjadi perubahan pada libido dan berat badan, timbulnya akne, maka efek samping yang terjadi tidak sesering pada penggunaan pil KB. Indikasi 1. Wanita-wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk jangka waktu yang lama tetapi tidak bersedia menjalani kontap atau menggunakan AKDR. 2. Wanita-wanita yang tidak boleh menggunakan pil KB yang mengandung estrogen. Kontraindikasi 1. Kehamilan atau disangka hamil, 2. Penderita penyakit hati, 3. Kanker payudara, 4. Kelainan jiwa (psikosis, neurosis), 5. Varikosis, 6. Riwayat kehamilan ektopik, 7. Diabetes mellitus, 8. Kelainan kardiovaskular. Waktu pemasangan Waktu yang paling baik untuk oemasangan Norplant adalah sewaktu haid berlangsung atau masa pra-ovulasi dari siklus haid, sehingga adanya kehamilan dapat disingkirkan. Keenam kapsul yang masing-masing mengandung 36 mg levonorgestrel ditanamkan pada lengan kiri atas (atau pada lengan kanan atas akseptor yang kidal) lebih kurang 6 – 10 cm dari lipatan siku. Pengangkatan / ekstraksi Pengangkatan Norplant dilakukan atas indikasi : 1. Atas permintaan akseptor (umpama mau hamil lagi), 2. Timbulnya efek samping yang sangat mengganggu dan tidak dapat diatasi dengan pengobatan biasa, 3. Sudah habis masa pakainya, 4. Terjadi kehamilan. SUMBER DATA : ILMU KANDUNGAN, P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2008 KONTRASEPSI IMPLAN Profil • Efektif 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk Jadena, Indoplant, atau Implanon. • Nyaman. • Dapat dipakai oleh semua Ibu dalam usia reproduksi. • Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan. • Kesuburan segera kembali setelah implan dicabut. • Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenorea. • Aman dipakai pada masa laktasi. Jenis • Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun. • Implanon. Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. • Jadena dan Indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun. Cara Kerja • Lendir serviks menjadi kental. • Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi. • Mengurangi transportasi sperma. • Menekan ovulasi. Efektivitas Sangat efektif (kegagalan 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan). Keuntungan Kontrasepsi • Daya guna tinggi. • Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun). • Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan. • Tidak memerlukan pemeriksaan dalam. • Bebas dari pengaruh estrogen. • Tidak mengganggu kegiatan bersenggama. • Tidak mengganggu ASI. • Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan. • Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Keuntungan Nonkontrasepsi • Mengurangi nyeri haid. • Mengurangi jumlah darah haid. • Mengurangi / memperbaiki anemia. • Melindungi terjadinya kanker endometrium. • Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara. • Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggung. • Menurunkan angka kejadian endometriosis. Keterbatasan Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa perdarahan bercak (spotting), hipermenorea, atau meningkatnya jumlah darah haid, serta amenorea. Timbulnya keluhan-keluhan, seperti : • Nyeri kepala. • Peningkatan / penurunan berat badan. • Nyeri payudara. • Perasaan mual. • Pening / pusing kepala. • Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan (nervousness). • Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan. • Tidak memberikan efek protektif terhadap infeksi menular seksual termasuk AIDS. • Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai dengan keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan. • Efektivitasnya menurun bila menggunakan obat-obat tuberkulosis (rifampisin) atau obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat). • Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi (1,3 per 100.000 perempuan per tahun). Yang Boleh Menggunakan Implan • Usia reproduksi. • Telah memiliki anak ataupun yang belum. • Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang. • Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi. • Pascapersalinan dan tidak menyusui. • Pascakeguguran. • Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi. • Riwayat kehamilan ektopik. • Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah, atau anemia bulan sabit (sickle cell). • Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen. • Sering lupa menggunakan pil. Yang Tidak Boleh Menggunakan Implan • Hamil atau diduga hamil. • Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya. • Benjolan / kanker payudara atau riwayat kanker payudara. • Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi. • Miom uterus dan kanker payudara. • Gangguan oleransi glukosa. Waktu Mulai Menggunakan Implan • Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan. • Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan. Bila diinsersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan melakukan hubungan seksual, atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. • Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan, jangan melakukan hubungan seksual atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. • Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pascapersalinan, insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh, klien tidak perlu memakai metode kontrasepsi lain. • Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. • Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan implan, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien tersebut tidak hamil, atau klien menggunakan kontrasepsi terdahulu dengan benar. • Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan, implan dapat diberikan pada saat jadual kontrasepsi suntikan tersebut. Tidak diperlukan metode kontrasepsi lain. • Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi nonhormonal (kecuali AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan implan, insersi implan dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu sampai datangnya haid berikutnya. • Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya dengan implan, implan dapat diinsersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien juga jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut. • Pascakeguguran implan dapat segera diinsersikan.

Kamis, 22 September 2011

ANEMIA DALAM KEHAMILAN A. PENGERTIAN ANEMIA Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney H, 2006). Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah 35,00-45,00% (Mellyna, 2005). Anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%. Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II (Sarwono P, 2002). B. ETIOLOGI TERJADINYA ANEMIA Menurut Mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah : 1. Kurang Gizi (Mal Nutrisi) Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia. 2. Kurang Zat Besi Dalam Diet Diet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan menderita anemia karena diet. 3. Mal Absorbsi Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup. 4. Kehilangan banyak darah : persalinan yang lalu, dan lain-lain Semakin sering seorang anemia mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamian akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. 5. Penyakit-Penyakit Kronis Penyakit-penyakit kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat menyebabkan anemia. C. TANDA DAN GEJALA ANEMIA 1. Gejala Yang Sering Terjadi Kelelahan dan kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala kapasitas oksigen. Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia derajat sedang. 2. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksi atau kolelitiasis atau riwayat keluarga anemia menggambarkan kemungkinan Hemoglobinopati genetik. 3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan umum : Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik lain yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali, bising, hepatomegali dan splenomegali. 4. Tes Laboratorium Hitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia selama kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan hemotokrit < 30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit (Taber, 1994). D. PATOFISIOLOGI Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau anemia. Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan anemia. Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y, 2006). E. KLASIFIKASI DERAJAT ANEMIA Menurut WHO yang dikutip dalam buku Handayani W, dan Haribowo A S, (2008) : 1. Ringan sekali Hb 10,00 gr% -13,00 gr% 2. Ringan Hb 8,00 gr% -9,90 gr% 3. Sedang Hb 6,00 gr% -7,90 gr% 4. Berat Hb < 6,00 gr% F. KLASIFIKASI ANEMIA Klasifikasi anemia menurut Setiawan Y (2006), anemia dalam kehamilan dapat dibagi menjadi : 1. Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%) Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi. 2. Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%) Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat. 3. Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%) Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan. 4. Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%) Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria. 5. Anemia Lain 6. Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut Manuaba (2007), adalah : • Tidak anemia : Hb 11,00 gr% • Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr% • Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr% • Anemia berat : Hb < 7,00 gr% G. ANEMIA PADA WANITA HAMIL Selama kehamilan seorang wanita mengalami peningkatan plasma darah sampai 30%, sel darah 18% tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya frekuensi anemia pada kehamilan cukup tinggi 10% – 20% Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan terakhir, karena pada masa itu janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir. H. PENYEBAB ANEMIA PADA KEHAMILAN 1. Anemia pada Kehamilan disebabkan meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin. 2. Kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi ibu hamil 3. Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan 4. Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi (Fe) pada wanita akibat persalinan sebelumnya dan menstruasi. I. KOMPLIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN Komplikasi anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut : 1. Bahaya Pada Trimester I Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan congenital, abortus / keguguran. 2. Bahaya Pada Trimester II Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu. 3. Bahaya Saat Persalinan Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk, 2008). J. KEBUTUHAN TABLET BESI PADA KEHAMILAN Kebutuhan tablet besi pada kehamilan menurut Jordan (2003), dijelaskan bahwa : Pada kehamilan dengan janin tunggal kebutuhan zat besi terdiri dari : 200-600 mg untuk memenuhi peningkatan massa sel darah merah, 200-370 mg untuk janin yang bergantung pada berat lahirnya, 150-200 mg untuk kehilangan eksternal, 30-170 mg untuk tali pusat dan plasenta, 90-310 mg untuk menggantikan darah yang hilang saat melahirkan. Dengan demikian kebutuhan total zat besi pada kehamilan berkisar antara 440-1050 mg dan 580-1340 mg dimana kebutuhan tersebut akan hilang 200 mg (Walsh V, 2007) melalui ekskresi kulit, usus, urinarius. Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan rata-rata 30,00-40,00 mg zat besi per hari. Kebutuhan ini akan meningkat secara signifikan pada trimester terakhir, yaitu rata-rata 50,00 mg / hari pada akhir kehamilan menjadi 60,00 mg / hari. Zat besi yang tersedia dalam makanan berkisar 6,00 sampai 9,00 mg / hari, ketersediaan ini bergantung pada cakupan diet. Karena itu, pemenuhan kebutuhan pada kehamilan memerlukan mobilisasi simpanan zat besi dan peningkatan absorbsi. K. PENATALAKSANAAN ANEMIA PADA KEHAMILAN Menurut Setiawan Y (2006), dijelaskan bahwa pencegahan dan terapi anemia pada kehamilan berdasarkan klasifikasi anemia adalah sebagai berikut : 1. Anemia Zat Besi Bagi Wanita Hamil Saat hamil zat besi dibutuhkan lebih banyak daripada saat tidak hamil. Pada kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada setiap trimester berbeda. Terutama pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, oleh karena itu pada trimester kedua dan ketiga harus mendapatkan tambahan zat besi. Oleh karena itu pencegahan anemia terutama di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya wanita hamil diberi sulfas ferrossus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari, selain itu wanita dinasihatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang banyak mengandung mineral serta vitamin. Terapinya adalah oral (pemberian ferro sulfat 60 mg / hari menaikkan kadar Hb 1,00 gr% dan kombinasi 60 mg besi + 500 mcg asam folat) dan parenteral (pemberian ferrum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 50 ml gr diberikan secara intramuskular pada gluteus maksimus dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2,00 gr% (dalam waktu 24 jam). Pemberian parentral zat besi mempunyai indikasi kepada ibu hamil yang terkena anemia berat). Sebelum pemberian rencana parenteral harus dilakukan test alergi sebanyak 0,50 cc / IC. 2. Anemia Megaloblastik Pencegahannya adalah apabila pemberian zat besi tidak berhasil maka ditambah dengan asam folat, adapun terapinya adalah asam folat 15-30 mg / hari, vitamin B12 1,25 mg / hari, sulfas ferrosus 500 mg / hari, pada kasus berat dan pengobatan per oral lambat sehingga dapat diberikan transfusi darah. 3. Anemia Hipoplastik Anemia hipoplastik ini dianggap komplikasi kehamilan dimana pengobatan adalah tranfusi darah. 4. Anemia Hemolitik Pengobatan adalah tranfusi darah. 5. Anemia Lain Dengan pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian tablet besi sebanyak 90 tablet pada ibu hamil di Puskesmas, artinya ibu hamil setiap hari mengkonsumsi 1 tablet besi.

Minggu, 15 Mei 2011

ASPEK PSIKOLOGI PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS
Aspek psikologik dalam obstetri
Sekarang disadari bahwa penyakit dan komplikasi obstetrik tidak semata-mata disebabkan oleh gangguan organik. Beberapa diantaranya ditimbulkan atau diperberat oleh gangguan psikologik. Latar belakang timbulnya penyakit dan komplikasi dapat dijumpai dalam berbagai tingkat ketidak matangan dalam perkembangan emosional dan psikoseksual dalam rangka kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi tertentu yang sedang dihadapi ; dalam hal ini khususnya kehamilan, persalinan, dan keibuan.
Karena rasa nyeri dalam persalinan sejak zaman dahulu sudah menjadi pokok pembicaraan di antara para wanita, maka banyak calon ibu menghadapi kehamilan dan kelahiran anaknya dengan perasaan takut dan cemas. Tidaklah mudah untuk menghilangkan perasaan takut yang sudah berakar dalam itu, akan tetapi dokter dapat berbuat banyak dengan membantu para wanita yang dihinggapi perasaan takut dan cemas itu. Sejak pemeriksaan kehamilan yang pertama kali dokter harus dengan kesabarannya meyakinkan calon bu bahwa peristiwa kehamilan dan persalinan merupakan hal yang normal dan wajar. Dia tidak hanya harus menimbulkan kepercayaan, akan tetapi harus pula menimbulkan anggapan atau perasaan pada wanita bersangkutan bahwa ia seorang kawan yang ahli dalam bidangnya dan yang sungguh-sungguh berkeinginan untuk mengurangi rasa nyerinya serta menyelamatkan ibu dan anak.
Dalam masa 20 tahun terakhir perhatian lebih banyak dicurahkan kepada aspek emosional, yang sama pentingnya dengan aspek jasmaniah. Tidak perlu diragukan lagi bahwa sikap seorang wanita terhadap kehamilan dan persalinannya mempengaruhi kelancaran persalinan. Hal itu kira-kira 30 tahun yang lalu telah ditemukan oleh Read, yang mencoba menjawab dua pertanyaan berikut :
1. “Apakah suatu persalinan lancar karena si wanita tenang, ataukan ia tenang karena persalinan lancar?”.
2. “Apakah seorang wanita menderita nyeri dan ketakutan karena persalinannya sukar, ataukah persalinannya sukar dan nyeri karena ketakutan?”.
Akhirnya Read mengambil kesimpulan bahwa ketakutan merupakan faktor utama yang menyebabkan rasa nyeri dalam persalinan yang seyogyanya normal tanpa rasa nyeri yang berarti. Ketakutan mempunyai pengaruh tidak baik pula bagi his dan bagi lancarnya pembukaan.
Berdasarkan gagasan tersebut di atas lahirlah apa yang disebut natural childbirth atau physikological childbirth, yang kemudian diubah menjadi childbirth without fear. Aliran ini dipelopori oleh Read sendiri. Kemudian usaha yang hampir sama dengan psikoprofilaksis datang dari Prancis (Lamaze, 1954) dan dari Rusia (Pavlov, 1955). Tujuan usaha ini ialah untuk – dalam masa hamil – mendidik wanita menghilangkan perasaan takut. Selain persalinan mental dengan penjelasan-penjelasan teratur dan sederhana tentang proses reproduksi, kepada wanita diajarkan dan diberikan latihan-latihan untuk lebih dapat menguasai otot-otot, istirahat, dan pernafasan.
Kepercayaan wanita pada dokter dan bidan yang mendampinginya selama persalinan merupakan faktor yang sangat penting bagi kelancaran persalinan dan bagi mengurangi komplikasi. Penggunaan analgetikum dan anastetikum tidak dilarang apabila memang ada indikasi. Menurut Speck kehadiran sang dokter sering lebih berharga daripada analgetikum.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa semangat wanita melahirkan dapat patah akibat percakapan dan kata-kata dokter, bidan, mahasiswa, dan perawat yang kurang hati-hati. Komentar mengenai suatu kasus dan gelak-ketawa, baik di dalam maupun di luar kamar bersalin, sering di dengar oleh wanita bersangkutan dan sering ditanggapi sebagai tertuju kepadanya. Karena itu, baik staf medis maupun paramedis, hendaknya selalu mengingat apa yang diucapkan oleh Oliver Wendel Holmes :
“The women about to become a mother, or with her newborn infant upon her bosom, should be the object of trembling care and sympathy wherever she bears her tender burden or stretches her aching limbs ... God forbid that any member of the profession to which she trusts her life, doubly precious at that eventful period, should hazard it negligently, unadvisedly, or selffishly!”.
Perempuan dewasa pada saat memasuki masa pubertas akan mengalami perubahan-perubahan fisik dan psikik yng dapat berkembang baik secara fisiologik maupun patologik. Pada saat hamil perubahan-perubahan ini juga dirasakan sebagai beban sesuai dengan pertumbuhan kehamilan dan puncaknya akan terjadi pada saat persalinan. Persalinan yang terjadi baik secara fisiologis maupun patologis akan merupakan trauma psikik sebagai trauma persalinan. Pada masa setelah bersalin (masa nifas) perempuan tersebut juga akan memasuki era baru sebagai ibu, dimana ibu seolah-olah mempunyai kontak kehidupan baru dalam hubungan ibu dan anak / bayi.
Perubahan psikologik pada perempuan dewasa dapat digolongkan dalam empat kelompok : sesuai dengan urutan perubahan fungsi kodrati sebagai perempuan yang berbentuk :
• Persiapan menanti kehamilan
• Perubahan psikologik selama kehamilan
• Perubahan psikologik di waktu persalinan
• Perubahan psikologik selama nifas
Pada masa persiapan kehamilan perempua dapat dihantui oleh beberapa hal, misalnya khawatir untuk bisa atau tidak bisa hamil, apakah keadaan indung telur dan produksi ovum / ovulasi baik atau tidak, dan apakah keadaan spermatozoa suami cukup baik sehingga dapat membuahi ovum yang diproduksi perempuan.
Pada masa kehamilan perempuan dapat dihantui beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan perubahan psikologik perempuan antara lain pertumbuhan janinku baik-baik, terjadi cacat bawaan atau tidak, bila minum obat tertentu apakah boleh atau tidak berhubungan seksual dengan suami dan sebagainya.
Pada masa persalinan beberapa pertanyaan yang timbul antara lain bisa bersalin normal atau tidak, apakah harus persalinan sesar, harus digunting / dilebarkan jalan lahirnya, apakah mampu mengejan, setelah bayi lahir plasentanya dapat lahir atau tidak, bila jalan lahir robek harus dijahit rasanya sakit hebat dan sebagainya.
Pada masa nifas beberapa hal yang sering menjadi pertanyaan pada erempuan antara lain berapa lama harus berbaring, kapan boleh jalan, kapan jahitan dilepas, bagaimana menyusui bayi dengan baik, apakah tidak timbul problema menyusui, kapan boleh berhubungan seksual dengan suami lagi, cara KB apa yang dipilih, apakah tidak sakit waktu dipasang, dan berhasilkah mengatur kehamilan yang akan datang.
Dengan melihat hal tersebut di atas, maka perempuan dewasa harus dipersiapkan psikiknya agar dapat menghadapi kehamilan, persalinan, dan masa nifas dengan baik.
Prokreasi atau mempunyai anak merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh sebagian besar perempuan. Motivasi untuk hamil sangat bervariasi dan kompleks dan hanya sebagian perempuan yang menyadari hal ini. Keinginan untuk hamil tidak selalu sama dengan keinginan untuk mempunyai anak. Sebagai contoh suatu kehamilan dapat sebagai cara untuk membuktikan kemampuan reproduksi dari seseorang. Keinginan untuk hamil mungkin juga merupakan respons dari perasaan kesendirian, sebagai cara untuk menjaga hubungan dengan pasangan, atau merupakan respons atas desakan keluarga atau budaya untuk mempunyai anak. Pada beberapa budaya, anak merupakan penerus orang tua.


Kehamilan Trimester I
Pada bebrapa wanita reaksi psikologik dan emosional pertama terhadap kehamilan dan segala akibatnya berupa kecemasan, kegusaran, ketakutan, dan perasaan panik. Dalam alam pikiran kehamilan merupakan ancaman, gawat, menakutkan, dan membehayakan bagi diri mereka. Mereka tidak hanya menolak kehamilannya, akan tetapi berusaha pula untuk menggugurkannya, bahkan kadang-kadang mencoba buuh diri.
Kehamilan Trimester II
Dalam kehamilan trimester II identifikasi kehamilan sebagai konsep abstrak berubah menjadi identifikasi nyata, dengan perut menjadi lebih besar, ibu merasakan gerakan janin, dan dokter atau bidan mendengar jantung janin. Dalam masa ini terbanyak wanita sudah dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Kehamilan Trimester III
Setelah calon ibu sudah dapat menyesuaikan diri, maka kehidupan psikologik emosional dikuasai oleh perasaan dan pikiran mengenai persalinan yang akan datang dan tanggung jawab sebagai ibu yang akan mengurus anaknya. Berbagai penjelmaan dapat terjadi.
• Di antara para wanita yang menunjukkan sikap masa bodoh atau penolakan terhadap kehamilan muda sekarang banyak yang menunjukkan sikap positif atau sedikitnya sikap lebih menerima kehamilan.
• Para wanita dari golongan sosio ekonomi renda, yang jarang datang untuk pemeriksaan kehamilan, mulai menjunjung klinik-klinik serta mendaftarkan diri untuk persalinan di rumah sakit atau rumah bersalin.
• Persiapan-persiapan dibuat di rumah untuk perawatan si bayi sepulangnya dari rumah sakit.
Perlu mendapat perhatian, bahwa dua golongan wanit adalam masa ini diliputi oleh perasaan takut, yakni :
• Wanita yang mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kehamilan-kehamilan atau persalinan-persalinan sebelumnya dan primigravida yang pernah mendengar tentang pengalaman-pengalaman yang menakutkan dan mengerikan dari wanita-wanita lain.
• Multipara yang sudah lanjut umurnya dan mengalami kehamilan dan persalinan yang normal dan lancar. Kecemasan dan kekhawatiran yang timbul pada wanita ini tidak terhadap dirinya sendiri, melainkan terhadap janin yang sedang dikandung dan terhadap anak-anak lainnya. Siapa yang akan mengurus mereka apabila terjadi apa-apa dengan dirinya waktu melahirkan.
Dua golongan wanita terakhir memerlukan pengertian dari dokter dan keluarganya. Rasa simpati, pendekatan psikologik yang tepat, dan kepercayaan wanita bahwa dokter dan stafnya akan melakukan segala sesuatu untuk meringankan penderitanya dan untuk menyelamatkan ibu dan bayi, banyak menolong si ibu.
Kehamilan sebagai transisi perkembangan
Kehamilan, sama halnya dengan menarche dan menopause, adalah tahap utama perkembangan kehidupan seorang perempuan. Kehamilan dapat membawa kegembiraan dan sebaliknya merupakan peristiwa yang penuh denga tekanan dan tantangan, khususnya pada kehamilan yang pertama. Banyak konflik ang akan timul seperti adanya tanggung jawab sebagai ibu, kebutuhan akan karier, atau tugas sebagai isteri dan ibu. Respons perempuan terhadap kehamilannya berhubungan dengan 5 variabel berikut :
• Riwayat kehidupan keluarga
• Kepribadian
• Situasi kehidupan saat itu
• Pengalaman kehamilan sebelumnya
• Keadaan dan pengalaman kehamlina sekarang
Perkembangan psikologik selama kehamilan bervariasi menurut tahap kehamilan. Saat trimester pertama hal utama yang terjadi adalah usaha untuk menggabungkan janin, yang merupakan kesatuan dari dirinya dan pasangan. Pada trimester kedua, dengan mengenali gerakan janin, ibu akan menyadari bahwa janin adalah individu yang berdiri sendiri, yang mempunyai kebutuhan sendiri yang sementara tinggal di dalam tubuhnya. Pada trimester ketiga perempuan tersebut akan mendapati dirinya sebagai calon ibu dan mulai menyiapkan dirinya untuk hidup bersama bayinya dan membangun hubungan dengan bayinya. Di saat persalinan terjadilah perjuangan fisik dan psikik untuk melahirkan bayinya dengan segala kemampuan yang ada pada dirinya. Semua perjuangan ini akan dirasakan puas dan tidak menjadi beban lagi bila telah melahirkan bayinya dengan hasil baik. Pada masa nifas / pascapersalinan perempuan menerima kenyataan bahwa dirinya telah menjadi seorang ibu dan harus selalu menjaga hubungan yang baik dengan bayinya.
Perubahan psikik yang terjadi selama kehamilan sangat menentukan. Hal ini dapat mengubah perilaku saat dan sesudah melahirkan. O’Hara dan kawan-kawan menyatakan bahwa ibu hamil dengan latar belakang kelainan psikologik akan memerlukan perhatian khusus untuk meringankan beban psikologik yang dideritanya. Kendel dan kawan-kawan mendapatkan 10 dari 15 ibu nifas mengalami problem psikik. Kemungkinan terjadinya kelainan psikik pada masa nifas 30 kali lebih besar jika di bandingkan setelah 2 tahun terjadinya persalinan. Menurut Burger dan kawan-kawan ibu hamil yang mengalami 2 kali penyulit selama hamil dan persalinan akan jatuh dalam keadaan depresi.
Saat persalinan merupakan saat yang unik bagi setiap perempuan. Adanya ketakutan dan suasana yang tidak bersahabat akan meningkatkan ketegangan dan rasa nyeri. Ketakutan ini dapat dikurangi dengan memberi edukasi tentang persalinan, teknik relaksasi, pengetahuan tentang berbagai prosedur obstetrik, fasilitas rumah sakit dan kamar bersalin yang familier, serta disiapkan untuk membantu menjalani persalinan dengan baik, nyaman, dan berhasil guna. Peran dokter, bidan, dan perawat yang ada sangat berpengaruh dalam meningkatkan rasa percaya diri ibu yang akan melahirkan.
Menjadi ibu adalah suatu “keahlian” yang dapat dan harus dipelajari. Hubungan antara ibu dan bayi sudah terjadi jauh sebelum persalinan. Istilah “bounding” diartikan sebagai periode sensitif pasca melahirkan di mana terjadi interaksi antara ibu dan bayi yang akan menyatukan mereka. Kontak visual ataupun fisik yang lebih awal antara ibu dan bayi akan mempercepat hubungan diantara keduanya. Adanya pemisahan antara ibu dan bayi akan mempercepat hubungan di antara keduanya. Adanya pemisahan antara ibu dan bayi akan menimbulkan konsekuensi fisik, biologi, dan emosional. Rawat gabung sangat penting bagi perempuan dan bayi yang mempunyai masalah tertentu seperti usia ibu yang terlalu muda, pernah menderita kekerasan saat anak-anak, atau mempunyai problema psikiatrik.
Kelainan jiwa dalam kehamilan
Telah diuraikan di atas bahwa wanita hamil mengalami perubahan jiwa dalam kehamilan, yang biasanya tidak seberapa berat dan kemudian hilang dengan sendirinya. Ada kalanya diperlukan perhatian khusus atau pengobatan.
Kadang-kadang terjadi penyakit jiwa (psikosis) dalam kehamilan. Ini tidak mengherankan karena ovulasi dan haid juga dapat mengakibatkan psikosis. Penderita sebelum dan setelah anaknya lahir akan tetapi dalam kehamilan-kehamilan berikutnya biasanya penyakitnya timbul lagi. Eklampsia dan infeksi dapat pula disertai atau disusul oleh psikosis. Selain itu psikosis dapat menjadi berat dalam kehamilan.
Hiperemesis Gravidarum
Komplikasi kehamilan yang paling sering disertai dengan gangguan psikis ialah hiperemesis gravidarum. Selain kelainan organik (hiperasiditas lambung, kadar korion gonadotrophin serum tinggi), faktor-faktor psikis sering pula menjadi dasar penyakit ini, misalnya ketidak matangan psikoseksual, pertentangan dengan suami atau ibu mertua, kesulitan sosio-ekonomi atau perumahan, ketakutan akan persalinan dan lain-lain. Gardiner berpendapat bahwa muntah-muntah yang berlebihan merupakan komponen reaksi psikologi terhadap situasi tertentu dengan kehidupan wanita. Tanpa itu biasanya wanita hamil muda hanya menderita rasa mual dan muntah sedikit-sedikit (emesis gravidarum).
Pendekatan psikologi sangat penting dalam pengobatan hiperemesis gravidarum, bantuan moral dengan meyakinkan wanita bahwa gejala-gejala itu wajar dalam kehamilan muda dan akan hilang dengan sendirinya menjelang kehamilan 4 bulan sangat penting artinya.
Kasus-kasus yang berat perlu dirawat dan di temaptkan dalam kamar isolasi. Dengan demikian wanita yang bersangkutan di bebaskan dari lingkungan keluarganya yang mungkin menjadi sumber kecemasan baginya. Memang suatu kenyataan bahwa gejala-gejala sering berkurang bahkan kadang-kadang penderita sudah tidak muntah lagi sebelum terapi di mulai atau sebelum pengaruh terapi di harapkan.
Abortus
Abortus habitualis dapat disebabkan oleh faktor-faktor psikologi, seperti pertentangan emosional yang telah ada atau sebelum atau yang timbul dalam kehamilan. Pemikiran atau ketakutan akan beban-beban dan tanggung jawab dalam hubungannya dalam kehamilannya ; dan atau perasaan tidak sanggup dalam menghadapi tugas sebagai istri dan ibu menimbulkan pertentangan emosional yang hebat pada seorang wanita usia muda. Mungkin pula abortus habitualis dipengaruhi oleh kecemasan akibat kurangnya perhatian dan pengertian dari pihak suami dan kurangnya bantuan moral dari pihak keluarga, kawan-kawan dan dokter.
Dokter yang bijaksana dapat memberi sokongan moral yang diperlukan dan mengembalikan kepercayaan pada penderita, hal yang merupakan usaha pengobatan yang sangat penting dan menentukan. Usaha ini di anggap memberi hasil yang sedikitnya sama baiknya dengan pengobatan medis lengkap.
Abortus buatan dalam beberapa kasus di anggap perlu atas pertimbangan psikologi atau psikiatrik. Para wanita yang menunjukkan reaksi negatif (cemas, takut, panik) terhadap kehamilan dan menolaknya, mencari pertolongan untuk menggugurkan kandungannya, terutama mereka yang tidak kawin atau mereka yang putus asa dan berusaha bunuh diri. Dalam hal demikian dokter spesialis penyakit jiwa dapat memutuskan agar dilakukan abortus buatan atas pertimbangan psikiatrik. Di Indonesia sebaiknya keputusan diambil bersama-sama dengan dua dokter lain, termasuk dokter kandungan dan seorang dari golongan agama. Tentunya keputusan harus pula disetujui oleh suami atau keluarga terdekat.
Sebaliknya peritiwa abirtus buatan dapat mengakibatkan gangguan psikologi. Memang umumnya banyak wanita tidak mengalami apapun setelah dilakukan abortus, bahkan sebagian di antaranya merasa lega dan senang setelah hasil konsepsi dikelurkan. Akan tetapi, sebagian lain (10% menurut Jeff Coate), diliputi oleh perasaan bersalah atau berdosa dan menyesal. Naluri keibuan begitu kuatnya pada sebagian wanita ini, sehingga perasaan dosa dan penyesalan akan berbekas dalam pikiran mereka seumur hidupnya dan dapat menyebabkan sterilitas dan reaksi neurotik. Apabila indikasi bagi abortus itu kurang kuat atau semata-mata atas pertimbangan sosio-ekonomi, maka frekwensi gangguan psikologi atau neurotik meningkat sampai 20 -50 %.
Preeklampsia dan Eklampsia
Berbagai penyelidikan akhir-akhir ini menunjukkan kemungkinan bahwa preeklampsia dan eklampsia mempunyai latar belakang psikosomatis. Secara psikologi penyakitnya menunjukkan diri dalam sikap yang kurang wajar, perasaan bersalah atau berdosa atau cemas terhadap kehamilannya, dan kadang-kadang walaupun jarang ada kecenderungan untuk bunuh diri. Semua itu mengakibatkan ketidak seimbangan emosional yang di anggap sebagai sebab dari spasmus arterioler, yang merupakan ciri khas preeklampsia.
Dalam pengobatan preeklampsia, selain obat-obat konfesional yang sejak lama sudah di kenal, di anjurkan pula psychoprophylactic preparation oleh Chiladze dan Peracze dan psikoterapi oleh Cardenas-Escovar.
Gangguan psikiatrik dalam kehamilan dan nifas
Kehamilan dan nifas adalah periode penuh stress secara emosional, yang dimanifestasikan dengan adanya emosi yang labil dan mudah tersinggung. Ini merupakan dasar terjaninya kelainan psikologik pada saat masa kehamilan atau masa nifas. Pada saat perawatan antenatal perlu dicari faktor-faktor yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gangguan psikologik yang meliputi :
• Riwayat pasien dan keluarga dengan gangguan psikiatri
 Gaya kehidupan yang menyendiri
 Riwayat pelecehan seksual, fisik / emosional, dan drug abuse
• Problem psikologik yang pernah di alami antara lain :
 Riwayat berpisah dengan ibunya terlalu awal, kesulitan berpisah dengan orang tua
 Masalah dengan keluarga di saat perkawinan
 Kematian anggota keluarga atau teman dekat pada saat kehamilan / persalinan
 Konflik tentang pengasuhan anak
• Riwayat reproduksi kurang baik
 Riwayat kesulitan dengan kehamilan, persalinan, atau depresi pascapersalinan
 Riwayat kematian janin intrauterin atau kematian segera setelah lahir
 Riwayat kelainan kongenital
 Riwayat infertilitas
 Riwayat abortus berulang
 Riwayat pseudosiesis atau hiperemesis
Keadaan tersebut di atas harus dipelajari dengan baik dan ibu hamil disiapkan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya agar siap menjalani proses kehamilan, persalinan, dan nifas sebagai kodrati seorang perempuan yang dipercaya oleh Tuhan untuk menjadi ibu dan dapat memberi keturunan bersama pasangan hidupnya.
Depresi pada kehamilan dan nifas
Istilah depresi adalah istilah yang menyangkut mood, gejala, atau sindroma. Mood atau feeling blue adalah perasaan seseorang yang berkaitan dengan perasaan sedih dan frustasi. Beberapa perempuan mengalami hal ini dalam berbagai derajat beberapa minggu setelah persalinan. Gejala dapat merupakan bagian dari gangguan fisik atau psikologik seperti alkoholisme, skizoprenia atau penyakit yang disebabkan oleh virus.
Sindroma adalah sekumpulan gejala yang berhubungan dengan perubahan mood. Ada dua tipe reaksi depresi.
• Postpartum blues, dinamakan juga postnatal blues atau baby blues adalah gangguan mood yang menyertai suatu persalinan. Biasanya terjadi pada hari ke-3 samapai ke-10 dan umumnya terjadi akibat perubahan hormonal. Hal ini umum terjadi kira-kira antara 10 – 17 % dari perempuan.ditandai dengan menangis, mudah tersinggung , cemas, menjadi pelupa, dan sedih. Hal ini tidak berhubungan dengan kesehatan ibu ataupun bayi, komplikasi obstetrik, perawatan di rumah sakit, status sosial, atau pemberian ASI atau susu formula. Gangguan ini dapat terjadi dari berbagai latar belakang budaya tetapi lebih sedikit terjadi lebih sedikit terjadi pada budaya di mana seseorang bebas mengemukakan perasaannya dan adanya dukungan dari lingkungan sekitarnya.
• Depresi, kondisi ini merupakan sindroma depresi nonpsikotik yang dapat terjadi selama kehamilan dan persalinan. Umumnya keadaan ini terjadi dalam beberapa minggu atau bulan setelah persalinan. Insidensi pascapersalinan mempunyai kecenderungan untuk rekuren pada kehamilan berikutnya. Terapinya mencakup dukungan lingkungan terhadap ibu tersebut, psikoterapi, dan obat-obat antidepresi (diberikan dengan sangat hati-hati mengingat pengaruhnya pada kehamilan dan menyusui). Jika dibutuhkan, pasien dapat dirawat di rumah sakit.
Kelainan psikologik pada kehamilan dan nifas
Psikosis pascapersalinan terjadi dalam 1 – 2 dalam 1.000 persalinan. Merupakan gangguan mental yang berat yang memerlukan perawatan yang serius karena perempuan tersebut dapat melukai dirinya ataupun bayinya. Sering pasien tersebut mempunyai riwayat gangguan mental, riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya, mempunyai masalah dalam perkawinan ataupun keluarga, dan tidak adanya dukungan dari keluarga. Ada juga faktor genetik. Gejala timbul pada umumnya dari beberapa hari sampai 4 – 6 minggu pascapersalinan. Gejalanya dapat berupa tidak dapat tidur, mudah tersinggung, dan sebagainya di mana adanya gangguan organik sudah disingkirkan. Dikenal berbagai macam kelaianan psikiatrik pada ibu hamil antara lain sebagai berikut :
Ansietas
• Pada keadaan ini penderita akan diliputi oleh :
 Rasa takut, mudah marah, mudah tersinggung
 Keringat berlebihan, dyspenia, insomnia, dan / atau trembling
• Kejadian pada adolesen dan ibu dengan riwayat depresi akan meningkat
Personality Disorders
• Paranoid, schizoid atau schizotypical personality
• Histeretonic, narcissistic, antisocial
• Avoidant, dependent, compulsive, and aggressive personality
Perhatikan faktor genetik
Major Mood Disorders
• Maniac and depressive episode
• Depresi berat
• Perhatikan fakta dan gejala yang timbul. Perhatikan pula apakah ada faktor genetik, substance abuse, hipertiroid, atau tumor otak.
Sisofrenia
• Kejadian dapat 1 % dari ibu hamil dengan kelainan mental
• Tipe :
 Catatonik
 Disorganized
 Paranoid
 Undifferentiated
• Perhatikan faktor genetik
• Penyembuhan (recovery) setelah 5 tahun dapat mencapai 60 %
• Kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya cukup besar dari biasanya akan memberikan gejala lebih berat
Psikosis Postpartum
• Kejadian 1 – 4 % (Weissman dan Olfson, 1995)
• Gejala : Depressive, Maniac, Schizophrenic, atau Schizoaffective
• Perhatikan :
 Faktor genetik
 Faktor biologik : usia muda, primipara, riwayat psikiatrik illness
• 25 % kasus akan berulang pada kehamilan berikutnya
• Pengobatan : psikoterapi, antidepresan, antipsikotik, dan / atau ECT
Manajemen gangguan psikologik pada kehamilan dan persalinan
Masa antenatal
Pada masa antenatal seleksi pasien dengan riwayat gangguan psikologik harus dilakukan. Perhatikan pada pasien yang hamil dengan riwayat gangguan psikiatrik saat hamil dan persalinan / nifas sebelumnya, karena kecenderungan gangguan psikik yang lebih berat sangat tinggi. Dibutuhkan suatu komunikasi baik antara dokter dengan pasien untuk kemudian dapat memberikan saran dan psikoterapi yang memadai. Bebrapa langkah dalam mengenali, mencegah dan mengobati kelainan psikik pada saat antenatal antara lain :
• Buatlah suatu perencanaan bersama untuk mengenali kelainan psikik pada ibu hamil. Dengan menyadari adanya kelainan psikik ini, seluruh personil dapat memberikan terapi awal.
• Berikan penjelasan tentang tahap-tahap persalinan / nifas pada keluarganya.
• Dengarkan dan berilah tanggapan apabila pasien mengatakan keluhannya. Lakukan pemeriksaan secara cermat. Apabila diperlukan, periksalah perlengkapan diagnostik dengan laboratorium ataupun USG, foto rontgen, MRI dan sebagainya untuk mendapatkan keyakinan dan kemantapan langkah-langkah kehamilan dan persalinan selanjutnya.
• Ajaklah dan arahkan pasien dan keluarganya pada persiapan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan penyulit pada saat kehamilan dan persalinan sedemikian rupa sehingga pasien atau keluarganya mempunyai kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan dokter / sarana pelayanan yang ada. Informasi yang jelas dan terbuka disertai dengan komunikasi yang baik dengan suami dan keluarga ibu hamil tersebut akan merupakan dukungan yang sangat berarti.
Persalinan
Seperti telah diuraikan di atas kebebasan dari perasaan takut dapat memperlancar persalinan, baik dalam kala I dan II.
Partus lama dapat disebabkan karena faktor psikologik, yang mengakibatkan his kurang baik dan pembukaan kurang lancar. Pendekatan emosional yang salah dapat mengakibatkan inersia uteri. Kelainan ini sering dijumpai pada primipara dari pada multipara. Sering pula ketidak matangan psikoseksual, yang disertai perasaan bersalah dan berdosa sehingga kematian ibu dan bayi di khawatirkan sebagai hukuman, menjadi latar belakang partus lama.
Partus prematurus dapat disebabkan oleh tegangan psikis, tekanan kehidupan modern dan diikut sertakan para wanita dan industri. Selanjutnya dapat dibuktikan bahwa frekwensi prematuritas di antara para wanita yang bekerja di kota-kota besar makin meningkat dari tahun ke tahun. Demikian pula wanita yang tidak kawin sering melahirkan sebelum waktunya. Sehingga kehamilan di luar pernikahan dapat di anggap sebagai faktor etiologi bagi prematuritas.
Masa intrapartum
Keadaan emosional ada ibu bersalin sangat dipengaruhi oleh timbulnya rasa sakit dan rasa tidak enak selama persalinan berlangsung, apalagi bila ibu hamil tersebut baru pertama kali melahirkan dan pertama kali di rawat di rumah sakit. Untuk itu, langkah baiknya bila ibu hamil tersebut sudah mengenal dengan baik keadaan ruang bersalin / rumah sakit baik dari segi failitas pelayanannya maupun seluruh tenaga pelayanan yang ada. Usahakan agar ibu bersalin tersbut berada dalam suasana yang hangat dan familier walaupun berada di rumah sakit.
Peran perawat yang empati pada ibu bersalin sangat berarti. Keluhan dari kebutuhan-kebutuhan yang timbul agar mendapatkan tanggapan yang baik. Penjelasan tentang kemajuan persalinan harus dikerjakan secara baik sedemikian rupa agar ibu bersalin tidak jatuh pada keadaan panik.
Peran suami yang sudah memahami proses persalinan bila berada di samping ibu yang sedang bersalin sangat membantu kemantapan ibu bersalin dalam menghadapi rasa sakit dan takut yang timbul.
Masa nifas
Perawatan nifas memerlukan pengawasan serta komunikasi dua arah. Hal ini akan membantu kenyamanan ibu nifas dalam memasuki era kehidupan baru sebagai ibu yang harus merawat dan menghidupi bayinya. Perawatan secara “rooming in” merupakan pilihan untuk perawatan nifas. Saran dan arahan dari petugas kepada ibu nifas hanya dikerjakan apabila ibu tersebut mengalami kesulitan dan bertanya kepada petugas.
Pengawasan dan arahan petugas / perawat harus selalu dilakukan dengan baik termasuk memberikan pelajaran tentang perawatan bayinya dan cara laktasi yang benar.
Bila dalam pelayanan nifas semua pasien mendapat perlakuan yang sama, maka akan terjadi suatu kompetisi dari ibu-ibu tersebut untuk menjalani perawatan nifas sebaik mungkin terutama dalam perawatan bayinya. Problema-problema yang timbul selama masa nifas akan didiskusikan di antara mereka untuk kemudian ditanyakan pada petugas kesehatan apabila diperlukan. Secara tidak langsung ibu nifas akan mendapatkan rasa percaya diri di dalam perawatan dirinya ataupun bayinya sehingga pada saat pulang dari rumah sakit sudah dapat mengatasi beberapa probelm yang mungkin timbul.
Banyak penulis berpendapat bahwa banyak wanita dalam minggu pertama setelah melahirkan menunjukkan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala-gejala depresi dari yang ringan sampai yang berat, dan gejala-gejala neorosis traumatik.
Faktor-faktor yang dapat berperan dalam hal ini adalah :
• Ketakutan yang berlebihan pada masa hamil
• Struktur perorangan yang tidak normal sebelumnya
• Riwayat psikiatrik yang tidak normal
• Riwayat perkawinan abnormal
• Riwayat obstetrik abnormal
• Riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat
• Riwayat penyakit lain-lain
Biasanya penderita sembuh lagi tanpa atau dengan pengobatan : hanya kadang-kadang diperlukan terapi oleh dokter spesialis penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan-persalinan berikutnya.

Laktasi
Selain faktor-faktor hormonal dan gizi, untuk lancarnya produksi ASI diperlukan pula faktor psikis. Dalam hal terakhir korteks serebri mempunyai peranan dalam memacu dan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan neurohormon. Hormon ini mempunyai pengaruh pada hipofisis dalam produksi prolaktin dan oksitosin setelah kelahiran.
Dengan demikian keinginan atau kesediaan atau penolakan atau keengganan ibu untuk menyusui bayinya dapat memperlancar atau menghambat produksi ASI. Penerangan yang baik dan bantuan moril dapat memperlancar laktasi.
GANGGUAN FUNGSI REPRODUKSI
GANGGUAN DAN MASALAH HAID DALAM SISTEM REPRODUKSI

Klasifikasi
Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid : Hipermenorea atau menoragia dan Hipomenorea
2. Kelainan siklus : Polimenorea; Oligomenorea; Amenorea
3. Perdarahan di luar haid : Metroragia
4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid : Pre menstrual tension (ketegangan pra haid); Mastodinia; Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) dan Dismenorea

Kelainan Dalam Banyaknya Darah Dan Lamanya Perdarahan Pada Haid
A. Hipermenorea atau Menoragia
1. Definisi
Perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi.
2. Sebab-sebab
• Hipoplasia uteri, dapat mengakibatkan amenorea, hipomenorea, menoragia. Terapi : uterotonika
• Asthenia, terjadi karena tonus otot kurang. Terapi : uterotonika, roborantia.
• Myoma uteri, disebabkan oleh : kontraksi otot rahim kurang, cavum uteri luas, bendungan pembuluh darah balik.
• Hipertensi
• Dekompensio cordis
• Infeksi, misalnya : endometritis, salpingitis.
• Retofleksi uteri, dikarenakan bendungan pembuluh darah balik.
• Penyakit darah, misalnya Werlhoff, hemofili
3. Tindakan Bidan
Memberikan anti perdarahan seperti ergometrin tablet/injeksi; KIEM untuk pemeriksaan selanjutnya; Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.

B. Hipomenorea
1. Definisi
Adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.
2. Sebab-sebab
Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal.
3. Tindakan Bidan
Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.

Kelainan Siklus
A. Polimenorea atau Epimenoragia
1. Definisi
Adalah siklus haid yang lebih memendek dari biasa yaitu kurang 21 hari, sedangkan jumlah perdarahan relatif sama atau lebih banyak dari biasa.
2. Sebab-sebab
Polimenorea merupakan gangguan hormonal dengan umur korpus luteum memendek sehingga siklus menstruasi juga lebih pendek atau bisa disebabkan akibat stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau karena keduanya.
3. Terapi
Stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan hormon estrogen dan stadium sekresi menggunakan hormon kombinasi estrogen dan progesteron.
B. Oligomenorea
1. Definisi
Adalah siklus menstruasi memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama.
2. Sebab-sebab
Perpanjangan stadium folikuller; perpanjangan stadium luteal; kedua stadium menjadi panjang; pengaruh psikis; pengaruh penyakit : TBC
3. Terapi
Oligomenorea yang disebabkan ovulatoar tidak memerlukan terapi, sedangkan bila mendekati amenorea diusahakan dengan ovulasi.


C. Amenorea
1. Definisi
Adalah keadaan tidak datang haid selama 3 bulan berturut-turut.
2. Klasifikasi
• Amenorea Primer, apabila belum pernah datang haid sampai umur 18 tahun.
• Amenorea Sekunder, apabila berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan.
3. Sebab-sebab
Fisiologis; terjadi sebelum pubertas, dalam kehamilan, dalam masa laktasi maupun dalam masa menopause; gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium; kelainan kongenital; gangguan sistem hormonal; penyakit-penyakit lain; ketidakstabilan emosi; kurang zat makanan yang mempunyai nilai gizi lebih.
4. Terapi
Terapi pada amenorea, tergantung dengan etiologinya. Secara umum dapat diberikan hormon-hormon yang merangsang ovulasi, iradiasi dari ovarium dan pengembalian keadaan umum, menyeimbangkan antara kerja-rekreasi dan istirahat.

Perdarahan di luar haid
A. Metroragia
1. Definisi
Adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan haid.
2. Klasifikasi
• Metroragia oleh karena adanya kehamilan; seperti abortus, kehamilan ektopik.
• Metroragia diluar kehamilan.
3. Sebab-sebab
• Metroragia diluar kehamilan dapat disebabkan oleh luka yang tidak sembuh; carcinoma corpus uteri, carcinoma cervicitis; peradangan dari haemorrhagis (seperti kolpitis haemorrhagia, endometritis haemorrhagia); hormonal.
• Perdarahan fungsional : a) Perdarahan Anovulatoar; disebabkan oleh psikis, neurogen, hypofiser, ovarial (tumor atau ovarium yang polikistik) dan kelainan gizi, metabolik, penyakit akut maupun kronis. b) Perdarahan Ovulatoar; akibat korpus luteum persisten, kelainan pelepasan endometrium, hipertensi, kelainan darah dan penyakit akut ataupun kronis.
4. Terapi : kuretase dan hormonal.

Gangguan Lain Yang Ada Hubungan Dengan Haid
A. Pre Menstrual Tension (Ketegangan Pra Haid)
Ketegangan sebelum haid terjadi beberapa hari sebelum haid bahkan sampai menstruasi berlangsung. Terjadi karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterom menjelang menstruasi. Pre menstrual tension terjadi pada umur 30-40 tahun.
Gejala klinik dari pre menstrual tension adalah gangguan emosional; gelisah, susah tidur; perut kembung, mual muntah; payudara tegang dan sakit; terkadang merasa tertekan
Terapi
Olahraga, perubahan diet (tanpa garam, kopi dan alkohol); mengurangi stress; konsumsi antidepressan bila perlu; menekan fungsi ovulasi dengan kontrasepsi oral, progestin; konsultasi dengan tenaga ahli, KIEM untuk pemeriksaan lebih lanjut.
B. Mastodinia atau Mastalgia
1. Definisi
Adalah rasa tegang pada payudara menjelang haid.
2. Sebab-sebab
Disebabkan oleh dominasi hormon estrogen, sehingga terjadi retensi air dan garam yang disertai hiperemia didaerah payudara.
C. Mittelschmerz (Rasa Nyeri pada Ovulasi)
Definisi
Adalah rasa sakit yang timbul pada wanita saat ovulasi, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari di pertengahan siklus menstruasi. Hal ini terjadi karena pecahnya folikel Graff. Lamanya bisa beberapa jam bahkan sampai 2-3 hari. Terkadang Mittelschmerz diikuti oleh perdarahan yang berasal dari proses ovulasi dengan gejala klinis seperti kehamilan ektopik yang pecah.
D. Dismenorea
1. Definisi
Adalah nyeri sewaktu haid. Dismenorea terjadi pada 30-75 % wanita dan memerlukan pengobatan. Etiologi dan patogenesis dari dismenore sampai sekarang belum jelas.


2. Klasifikasi
• Dismenorea Primer (dismenore sejati, intrinsik, esensial ataupun fungsional); adalah nyeri haid yang terjadi sejak menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan. Sebab : psikis; (konstitusionil: anemia, kelelahan, TBC); (obstetric : cervic sempit, hyperanteflexio, retroflexio); endokrin (peningkatan kadar prostalandin, hormon steroid seks, kadar vasopresin tinggi). Etiologi : nyeri haid dari bagian perut menjalar ke daerah pinggang dan paha, terkadang disertai dengan mual dan muntah, diare, sakit kepala dan emosi labil. Terapi : psikoterapi, analgetika, hormonal.
• Dismenorea Sekunder; terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenore. Hal ini terjadi pada kasus infeksi, mioma submucosa, polip corpus uteri, endometriosis, retroflexio uteri fixata, gynatresi, stenosis kanalis servikalis, adanya AKDR, tumor ovarium. Terapi : causal (mencari dan menghilangkan penyebabnya).


INFERTILITAS
A. Pengertian
• Fertilitas adalah kemampuan seorang istri menjadi hamil dan suami bisa menghamili.
Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
• Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil. (Manuaba, 1998).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun. Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil. (Siswandi, 2006).
B. Faktor Penyebab
1. Infertilitas Disengaja
Infertilitas yang disengaja disebabkan pasangan suami istri menggunakan alat kontrasepsi baik alami, dengan alat maupun kontrasepsi mantap.

2. Infertilitas Tidak Disengaja
• Pihak Suami, disebabkan oleh:
 Gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-sel testis), misal: aspermia, hypospermia, necrospermia.
 Kelainan mekanis, misal: impotensi, ejakulatio precox, penutupan ductus deferens, hypospadia, phymosis. Infertilitas yang disebabkan oleh pria sekitar 35-40 %.
• Pihak Istri, penyebab infertilitas pada istri sebaiknya ditelusuri dari organ luar sampai dengan indung telur.
 Gangguan ovulasi, misal: gangguan ovarium, gangguan hormonal.
 Gangguan ovarium dapat disebabkan oleh faktor usia, adanya tumor pada indung telur dan gangguan lain yang menyebabkan sel telur tidak dapat masak. Sedangkan gangguan hormonal disebabkan oleh bagian dari otak (hipotalamus dan hipofisis) tidak memproduksi hormon-hormon reproduksi seperti FSH dan LH.
 Kelainan mekanis yang menghambat pembuahan, meliputi kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis cervicalis atau hymen, fluor albus, kelainan rahim.
 Kelainan tuba disebabkan adanya penyempitan, perlekatan maupun penyumbatan pada saluran tuba.
 Kelainan rahim diakibatkan kelainan bawaan rahim, bentuknya yang tidak normal maupun ada penyekat. Sekitar 30-40 % pasien dengan endometriosis adalah infertil. Endometriosis yang berat dapat menyebabkan gangguan pada tuba, ovarium dan peritoneum. Infertilitas yang disebabkan oleh pihak istri sekitar 40-50 %, sedangkan penyebab yang tidak jelas kurang lebih 10-20 %.
3. Pemeriksaan Infertilitas
a. Syarat-Syarat Pemeriksaan
Pasangan infertil merupakan satu kesatuan biologis sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah:
• Istri dengan usia 20-30 tahun baru diperiksa setelah berusaha mendapatkan anak selama 12 bulan.
• Istri dengan usia 31-35 tahun dapat langsung diperiksa ketika pertama kali datang.
• Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun dilakukan pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini.
• Pemeriksaan infertil tidak dilakukan pada pasangan yang mengidap penyakit.
b. Langkah Pemeriksaan
Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah dengan mencari penyebabnya. Adapun langkah pemeriksaan infertilitas adalah sebagai berikut :
• Pemeriksaan Umum
 Anamnesa, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami istri secara umum dan khusus.
 Anamnesa umum
Berapa lama menikah, umur suami istri, frekuensi hubungan seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit yang pernah diderita, teknik hubungan seks, riwayat perkawinan yang dulu, apakah dari perkawinan dulu mempunyai anak, umur anak terkecil dari perkawinan tersebut.
 Anamnesa khusus
Istri : Usia saat menarche, apakah haid teratur, berapa lama terjadi perdarahan/ haid, apakah pada saat haid terjadi gumpalan darah dan rasa nyeri, adakah keputihan abnormal, apakah pernah terjadi kontak bleeding, riwayat alat reproduksi (riwayat operasi, kontrasepsi, abortus, infeksi genitalia).
Suami : Bagaimanakah tingkat ereksi, apakah pernah mengalami penyakit hubungan seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil.
 Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
 Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah.
 Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini bias pemeriksaan roentgen ataupun USG.
• Pemeriksaan Khusus
 Pemeriksaan Ovulasi
Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan berbagai pemeriksaan diantaranya :
 Penatalaksanaan suhu basal; Kenaikan suhu basal setelah selesai ovulasi dipengaruhi oleh hormon progesteron.
 Pemeriksaan vaginal smear; Pengaruh progesteron menimbulkan sitologi pada sel-sel superfisial.
 Pemeriksaan lendir serviks; Hormon progesteron menyebabkan perubahan lendir serviks menjadi kental.
 Pemeriksaan endometrium.
 Pemeriksaan endometrium; Hormon estrogen, ICSH dan pregnandiol.
Gangguan ovulasi disebabkan :
 Faktor susunan saraf pusat ; misal tumor, disfungsi, hypothalamus, psikogen.
 Faktor intermediate ; misal gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis.
 Faktor ovarial ; misal tumor, disfungsi, turner syndrome.
Terapi :
Sesuai dengan etiologi, bila terdapat disfungsi kelenjar hipofise ddengan memberikan pil oral yang mengandung estrogen dan progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan LH. Selain clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada wanita anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Atau dengan pemberian Human Menopausal Gonadotropin/ Human Chorionic Gonadotropin untuk wanita yang tidak mampu menghasilkan hormon gonadotropin endogen yang adekuat.
 Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang ditampung/ diperiksa adalah sperma yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma keluar.
 Ejakulat normal : volume 2-5 cc, jumlah spermatozoa 100-120 juta per cc, pergerakan 60 % masih bergerak selama 4 jam setelah dikeluarkan, bentuk abnormal 25 %.
 Spermatozoa pria fertil : 60 juta per cc atau lebih, subfertil : 20-60 juta per cc, steril : 20 juta per cc atau kurang.
Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens).
 Pemeriksaan Lendir Serviks
Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi keadaan spermatozoa :
 Kentalnya lendir serviks; Lendir serviks yang mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair.
 pH lendir serviks; pH lendir serviks ± 9 dan bersifat alkalis.
 Enzim proteolitik.
 Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat membunuh spermatozoa.
Baik tidaknya lendir serviks dapat diperiksa dengan :
 Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan bahwa : teknik coitus baik, lendir cerviks normal, estrogen ovarial cukup ataupun sperma cukup baik.
 Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada pertengahan siklus.
Terapi yang diberikan adalah pemberian hormone estrogen ataupun antibiotika bila terdapat infeksi.
 Pemeriksaan Tuba
Untuk mengetahui keadaan tuba dapat dilakukan :
 Pertubasi (insuflasi = rubin test); pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri.
 Hysterosalpingografi; pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba bila terdapat sumbatan.
 Koldoskopi; cara ini dapat digunakan untuk melihat keadaan tuba dan ovarium.
 Laparoskopi; cara ini dapat melihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya.
 Pemeriksaan Endometrium
Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi dilakukan mikrokuretase. Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan, maka : endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron, produksi progesterone kurang.
Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon progesteron dan antibiotika bila terjadi infeksi.
C. Nasehat Untuk Pasangan Infertil
Bidan dapat memberikan nasehat kepada pasangan infertil, diantaranya :
1. Meminta pasangan infertil mengubah teknik hubungan seksual dengan memperhatikan masa subur.
2. Mengkonsumsi makanan yang meningkatkan kesuburan.
3. Menghitung minggu masa subur.
4. Membiasakan pola hidup sehat.
PENYAKIT IBU DALAM KEHAMILAN
PREEKLAMPSIA
Pengertian
Pada umumnya ibu hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu disertai dengan peningkatan tekanan darah di atas normal sering diasosiasikan dengan preeklampsia. Data atau informasi awal terkait dengan tekanan darah sebelum hamil akan sangat membantu petugas kesehatan untuk membedakan hipertensi kronis (yang sudah ada sebelumnya) dengan preeklampsia.
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejal klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
Preeklampsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibatterjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivitas endotel (Sarwono Prawirodihardjo, 2008).
Preeklamsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam (Sarwono Prawirodihardjo, 2008).
Patofisologi
Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
Gejala klinis
Gejala dan tanda lain dari preeklampsia adalah sebagai berikut :
• Hiperrefleksia (iritabilitas susunan saraf pusat)
• Sakit kepala atau sefalgia (frontal atau oksipital) yang tidak membaik dengan pengobatan umum.
• Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur, skotomata, silau atau berkunang-kunang.
• Nyeri epigastrik.
• Oliguria (luaran kurang dari 500 ml/24 jam).
• Tekanan darah sistolik 20 – 30 mmHg dan diastolik 10 – 20 mmHg di atas normal .
• Proteinuria (di atas positif 3)
• Edema menyeluruh.
Diagnosis
1. Diagnosis Preeklampsia :
• Kehamilan lebih 20 minggu.
• Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali
selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
• Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai.
• Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++).
2. Diagnosis Preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema setelah kehamilan 20 minggu :
• Hipertensi : sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
• Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstik.
• Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
3. Diagnosis Preeklampsia berat ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini :
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
• Tekanan darah sistolik≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
• Preoteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
• Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
• Kenaikan kadar kreatinin plasma.
• Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur.
• Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson).
• Edema paru-paru dan sianosis.
• Hemolisis mikroangiopatik.
• Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
• Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase.
• Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
• Sindrom HELLP.
Pencegahan Preeklampsia
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai resiko terjadinya preeklampsia. Preeklamsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah.
Pencegahan preeklampsia :
1. Pencegahan dengan nonmedikal
Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat.
Cara yang paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia.
Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, anoksidan : vitamin C, vitamin B, β-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik, dan elemen logam berat : zinc, magnesium, kalsium.
2. Pencegahan dengan medikal
Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat dan shahih. Pemberian diuretika tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia. Antihistamin tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian kalsium : 1.500 – 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada resiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat antitrombotik yang dapat dianggap mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin B, β-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik.
Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah : mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
Penatalaksanaan Preeklamsia Ringan :
1. Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan
• Banyak istirahat (berbaring tidur / mirring).
• Diet : cukup protein, rendah karbohidraat, lemak dan garam.
• Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7 hari.
• Roborantia
• Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
• Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
2. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia ringan berdasarkan criteria
• Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala pre eklampsia.
• Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu).
• Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat
 Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka preeklampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat.
 Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
3. Perawatan obstetri pasien pre eklampsia ringan
• Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
 Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan
ditunggu sampai aterm.
 Bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama
perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37
minggu atau lebih.
• Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)
Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
• Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II.
Penatalaksanaan Preeklamsia Berat :
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan, di bagi menjadi dua unsur :
1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.
2. Sikap terhadap kehamilannya, ialah :
• Aktif : manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah labil.

DIABETES MELLITUS (DM)
Pengertian
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik dengan penyebab yang beragam, ditandai adanya hiperglikemi kronis serta perubahan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat defek sekresi atau kerja insulin atau keduanya.
Diabetes Mellitus gestasional (DMG) adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil (Sarwono Purwodihardjo, 2008)
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.


Tanda dan Gejala
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
11. Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma.
Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes mellitus tipe 1
Adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1.
Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Kadar Gula Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Patofisiologi
Sebagai kehamilan ditandai dengan adanya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, yang pada beberapa perempuan akan menjadi faktor predisposisi untuk terjadinya DM selama kehamilan.resistensi ini berasal dari hormon diabetogenik hasil sekresi plesenta yang terdiri atas hormon pertumbuhan (growth hormon), corticotropin releasing hormon, plasenta lactogen, dan progesteron. Hormon ini dan perubahan endokrinologik serta metabolik akan menyebabkan perubahan dan menjamin pasokan bahan bakar dan nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan terjadi diabetes mellitus gestasional apabila sistem pankreas tidak cukup untuk mengatasi keadaan resistensi insulin yang diakibatkan oleh perubahan hormon diabetogenik selama kehamilan.
Kadar glukosa yang meningkat pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap bayi yang dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu dengan DM biasanya lebih besar, dan bisa terjadi juga pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, jantung). Segera setelah bayi lahir, bayi dapat mengalami hipoglikemia karena produksi insulin janin yang meningkat, sebagai reaksi terhadap kadar glukosa ibu yang tinggi,. Oleh karena itu, setelah bayi dilahirkan, kadar glukosanya perlu dipantau dengan ketat.
Ibu hamil penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila diagnosis diabetes mellitus sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan, tetapi tidak terkontrol dengan baik, maka janin beresiko mempunyai kelainan kongenital.
Diagnosis
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.
Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

Penatalaksanaan DM
Penatalaksanaan antepartum pada perempuan dengan DMG bertujuan untuk :
1. Melakukan penatalaksanaan kehamilan trimester III dalam upaya mencegah bayi lahir mati atau asfiksia, serta menekan sekecil mungkin kejadian morbiditas ibu dan janin akibat persalinan.
2. Memantau pertumbuhan janin secara berkala dan terus-menerus (misalnya dengan USG) untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan ukuran janin sehingga dapat ditentukan saat dan cara persalinan yang tepat.
3. Memperkirakan maturitas (kematangan) paru-paru janin (misalnya sengan amniosintesis) apabila ada rencana terminasi (seksio sesarea) pada kehamilan 39 minggu.
4. Pemeriksaan antenatal dianjurkan dilakukan sejak umur kehamilan 32 sampai 40 minggu. Pemeriksaan antenatal dilakukan terhadap ibu hamil yang kadar gula darahnya dapat terkontrol, yang mendapat pengobatan insulin, atau yang menderita hipertensi. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nonstress test, profil biofisik, atau modifikasi pemeriksaan profil biofisik seperti nonstress test dan indeks cairan amnion.

INFEKSI
Demam Dengue
Pengertian
Demam Dengue merupakan infeksi oleh virus Dengue (sero tipe 1, 2, 3, dan 4) yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol di Asia Tenggara terutama Indonesia. Penyakit ini umumnya ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti tetapi bisa juga Aedes Albopictus dan Aedes Polynesiensis.
Virus Dengue sangat mudah bermutasi sehingga manifestasi klinik mudah bervariasi dan pencegahan dengan vaksinasi masih terus diupayakan.
Secara umum penyakit ini disebut Dengue Syndrome dan dibagi menjadi 3 sesuai dengan gejala, dimana pada awal ketiganya sukar dibedakan :
1. Dengue fever (DF)
Panas mendadak dan berkisinambungan, sakit kepala, nyeri orbita, nyeri otot, sendi, dan tulang belakang, mual-muntah, nyeri perut, dan leukopenia.
2. Dengue hemorrhagic fever (DHF), ada 4 gradasi di mana grade III dan IV disebut DSS.
Pada awal seerti dengue fever, kemudian tourniquet test positif, petekie / ekimosis / purpura (pada gusi dan bekas suntik, epistaksis, hematemesis, melena, hematuri), efusi pleura, dan esites. Pemeriksaan laboratorium : trombosit 100.000 atau kurang, peningkatan hematokrit ≥ 20 % atau penurunan hematokrit ≥ 20 % setelah terapi cairan.
3. Dengue shock syndrome (DSS)
Timbul tanda-tanda syok terutama narrow pulse pressure kurang atau sama dengan 20 mmHg. Kematian pada pasien dengan demam dengue umunya karena datang dengan DHF atau DSS dan tidak mendapat penanganan adekuat / intensif.
Penanganan ini dengan tujuan penting untuk pedoman penanganan secara klinik dan pelaporan.
Penanganan
Tidak ada penanganan khusus. Pengobatan hanya simtomatik dan suportif disertai pengawasan ketat secara klinik maupun laboratorium. Penanganan secara umum adalah sebagai berikut :
1. Istirahat
2. Antipiretik untuk panas di atas 39o C dengan parasetamol setiap 6 jam
3. Kompres dengan air hangat
4. Terapi rehidrasi (minum atau parenteral jika tidak cukup)
5. Pemeriksaan laboratorium khususnya Hb, leukosit, trombosit, dan hemtokrit
6. Pemeriksaan penunjang, antara lain foto torak dan USG
Hindari pemberian aspirin untuk obat panas dan antibiotika karena tidak perlu, serta sari buah dengan pengawet.
Pengaruh demam dengue pada kehamilan
Berdasarkan gejala klinik dari penyakit ini, pengaruh yang mungkin terjadi adalah kematian janin intrauterin. Jika infeksi terjadi menjelang persalinan dilaporkan bisa terjadi transmisi vertikal dan bayi lahir dengan gejala trombositopenia, panas, hepatomegali, dan gangguan sirkulasi. Keadaan ini tidak terjadi jika infeksi terjadi jauh dari masa persalinan. Pada saat persalinan bisa terjadi perdarahan karena adanya trombositpenia. Trombosit atau darah hanya diberikan jika terdapat perdarahan.

Penanganan pada kehamilan
Pada dengue fever prognosis baik, sedangankan pada DHF sangat bergantung pada penanganan secara umum di rumah sakit di samping apakah persalinan terjadi pada masa kritis.
Infeksi Saluran Kemih
Pengertian
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai selama kehamilan (Sarwono Prawirohardjo, 2008).
Infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih. ISK merupakan kasus yang sering terjadi dalam dunia kedokteran. Walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam, dan produk buangan, biasanya urin tidak mengandung bakteri. Jika bakteri menuju kandung kemih atau ginjal dan berkembang biak dalam urin, terjadilah ISK.
Jenis Infeksi Saluran Kemih yang paling umum adalah infeksi kandung kemih yang sering juga disebut sebagai sistitis. Gejala yang dapat timbul dari ISK yaitu perasaan tidak enak berkemih (disuria, Jawa: anyang-anyangen). Tidak semua ISK menimbulkan gejala, ISK yang tidak menimbulkan gejala disebut sebagai ISK asimtomatis.
Pembagian
Berdasar anatomi
1. Bawah : uritritis, sistitis (infeksi superfisialis vesika urinaria), prostatitis
2. Atas : pielonefritis (proses inflamasi parenkim ginjal), abses ginjal
Berdasar Klinis
1. Tanpa komplikasi : sistitis pada wanita hamil kelainan neurologis atau struktural yang mendasarinya
2. Dengan Komplikasi : infeksi saluran kemih atas atau setiap kasus ISK pada laki-laki, atau perempuan hamil, atau ISK dengan kelainan neurologis atau struktural yang mendasarinya
Diagnosis, Gejala, dan Tanda
Diagnosis ISK ditegakkan dengan membuktikan adanya mikroorganisme di saluran kemih.
Gejala ISK tidak selalu lengkap, bahkan kadang-kadang tanpa gejala (asimptomatik). Gejala yang lazim ditemukan adalah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing (urgency), yang biasanya terjadi bersamaan. Rasa nyeri biasanya didapatkan di daerah suprapubis atau pelvis berupa rasa nyeri atau seperti terbakar di uretra atau muara uretra luar sewaktu berkemih atau di luar saat berkemih. Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung air seni lebih dari 500 ml akibat rangsangan mukosa yang meradang sehingga sering berkemih. Rasa terdesak berkemih dapat sampai menyebabkan seseorang menderita ISK ngompol, tetapi gejala ini juga didapatkan pada penderita batu atau benda asing di dalam kandung kencing.
Gejala lain yang juga didapatkan ISK adalah stranguria yaitu berkemih yang sulit dan disertai kejang otot pinggang yang sering pada sistitis akut, tenesmus yaitu rasa nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kencing meskipun telah kosong, nokturia yaitu kecenderungan buang air kecil lebih sering pada waktu malam hari akibat kapasitas kandung kemih yang menurun. Kolik ureter atau ginjal yang gejalanya khas dan nyeri dapat juga menyertai gejala ISK.
Pemeriksaan mikrobiologi
1. ISK tanpa kompliksi : E. Coli (80%), proteus, klebsiella, enterokokus
2. ISK dengan komplikasi : E. Coli (30%) enterokokus (20%), pseudononas (20%), S. Epidermidis (15%), batang gram negatif lainya.
3. ISK yang berhubungan dengan kateter : jamur (30%), E . coli (25%), batang gram negatif lainya, enerokokus, S.epidermis
4. Uritritis : chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae
Manifestasi klinik
1. Sistitis : piuria urgensi, frekuensi miksi meningkat perubahan warna dan bau urine, nyeri suprapublik, demam biasanya tidak ada.
2. Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya discharge uretra
3. Prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium uretra (cont: hestansi, aliran lemah).
4. Pielonefrritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong, mual, muntah, diare
5. Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan pielonefritis kecuali demam menetap meskipun di obati dengan antibiotik.]
Pencegahan
1. Perbanyak minum air
2. Berceboklah dengan cara dari depan ke belakang untuk mencegah bakteri dari anus masuk ke vagina atau uretra.
3. Bersihkan alat vital Anda sebelum berhubungan
4. Buang air kecil setelah berhubungan seksual untuk membersihkan bakteri dari saluran kencing
5. Jangan menahan BAK bila Anda ingin buang air kecil
6. Mandi dengan gayung/shower, tidak dengan bath tub
Penatalaksanaan
Pengobatan ISK biasanya dilakukan dokter dengan pemberian antibiotik. Secara tradisional, orang sering memakai air daun sirih karena diyakini memiliki daya antiseptik. Namun demikian, pengobatan tradisional seperti itu tidak boleh terlalu diandalkan. Bila Anda merasakan gejala di atas, segeralah memeriksakan diri ke dokter.
Pada asimptomatik kandiduria tidak dibutuhkan terapi antijamur. Biasanya hanya bersifat transien dan bila persisten pun tidak memiliki ancaman serius untuk meningkatkan morbiditas pada pasien. Bila dibutuhkan pengobatan karena dikhawatirkan terjadi infeksi yang lebih serius dapat diberikan Amfoterisin B atau Flukonazole sistemik, atau dapat secara irigasi dengan Amfoterisin B. Pasien dengan kandiduria asimptomatik bila akan dilakukan tetapi pembedahan atau pemasangan instrumen urologi, sebaiknya diberi terapi terlebih dahulu untuk kandidurianya.
Sistitis yang menunjukkan gejala membutuhkan terapi Amfoterisin B dengan cara instilasi melalui vesika urinaria (50 µg/dl) atau terapi sistemik penggunaan ketokonazole atau Itrakonazole sangat rendah diekskresikan melalui urin sehingga kemampuan untuk eliminasi jamur di vesika urinaria juga terbatas. Flukonazole banyak digunakan untuk kandiduria karena mudah diabsorbsi secara oral dan lebih dari 80 % diekskresi melalui ginjal dengan bentuk yang tidak berubah sehingga sangat cocok untuk sistitis karena jamur. Dosis Fluokonazole 200 mg/hari dosis tunggal selama 10 – 14 hari.
Pemberian Amfoterisin B, yang dapat diberikan sistemik intravena dengan dosis 0,3 mg/kgBB, menunjukkan efektifitas yang cukup baik. Rute ini juga digunakan pada infeksi yang menunjukkan resistensi.
Pada renal kandidiasis sekunder akibat penyebaran hematogen dapat dilakukan pengobatan secara sistemik menggunakan Amfoterisin B intravena dengan dosis 0,6 mg/kgBB atau Fluokonazole intravena dengan dosis 400 mg/hari. Sistemik kandidiasis memerlukan terapi jangka panjang dengan durasi 4 sampai 6 minggu. Penggunaan obat Amfoterisin B selama kehamilan termasuk dalam kategori B, sedangkan Fluokonazole termasuk kategori C.

PMS (Penyakit Menular Seksual)
Pengertian
Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit menular seksual (PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya sexually transmitted disease (STD), sexually transmitted infection (STI) or venereal disease (VD). Infeksi (lebih tepatnya infeksi-infeksi) yang digolongkan dalam IMS/PMS salah satu cara penularannya melalui hubungan seksual (vaginal, oral, anal) dengan pasangan yang sudah tertular.
Jenisnya sangat banyak, semakin sering kita berganti-ganti pasangan seks semakin besar kemungkinan tertular (bisa saja tertular berbagai macam virus, bakteri, jamur, dan protozoa dalam tubuh kita). Ada jenis yang efeknya terasa dalam 3 hari sesudah terpajan (terkena), ada pula yang membutuhkan waktu lama. Sebaiknya IMS cepat diobati karena menjadi pintu gerbang masuknya HIV ke dalam tubuh kita.
Penularan IMS/PMS
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, yaitu :
1. Melalui darah :
• transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV,
• saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba,
• tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja,
• menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril,
• penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan menyisakan darah pada alat).
2. Dari ibu hamil kepada bayi :
• saat hamil,
• saat melahirkan,
• saat menyusui.
Jenis IMS/PMS
Ada banyak jenis-jenis IMS dan berikut jenis-jenis IMS (penulis akan menambah daftar penyakit IMS satu persatu karena jumlahnya banyak), klik pada nama penyakitnya maka akan menuju halaman baru yang merunut pada penjelasan tentang penyakit tersebut.



Penyebab
Dibagi menjadi beberapa penyebab :
1. Bakteri
• Bacterial Vaginosis (BV) – not officially an STD but affected by sexual activity.
• Chancroid (Ulkus mole)
• Donovanosis (Granuloma inguinale or Calymmatobacterium granulomatis)
• Gonorrhea (GO atau kencing nanah).
• Klamidia
• Lymphogranuloma venereum (LGV) (Chlamydia trachomatis serotypes L1, L2, L3.)
• Non-gonococcal urethritis (NGU)
• Staphylococcal infection
• Syphilis, Sifilis, Raja Singa
2. Fungi/jamur
• Trichophyton rubrum
• Candidiasis, Yeast Infection
3. Virus
• Adenoviruses
• Cervical cancer, Kanker serviks
• Condiloma akuminata, Jengger ayam
• Hepatitis A
• Hepatitis B
• Hepatitis C
• Hepatitis E (transmisi via fecal-oral)
• Herpes simpleks – Herpes 1,2
• HIV/AIDS
• Human T-lymphotropic virus (HTLV)-1
• Human T-lymphotropic virus (HTLV)-2
• Human Papilloma Virus (HPV)
• Molluscum Contagiosum Virus (MCV)
• Mononucleosis – Cytomegalovirus CMV – Herpes 5
• Mononucleosis – Epstein-Barr virus EBV – Herpes 4
• Sarkoma kaposi, Kaposi’s sarcoma (KS) – Herpes 8
4. Parasit
• Pubic lice, colloquially known as “crabs” (Phthirius pubis)
• Scabies (Sarcoptes scabiei)
5. Protozoa
• Trichomoniasis
Infeksi-infeksi perut yang ditularkan jalur seksual (anal-oral contamination / fecal-oral)
1. Penyebab bakteri: Shigella, Campylobacteriosis, dan Salmonellosis.
2. Penyebab virus : Hepatitis A, Adenoviruses.
3. Parasit : Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, dan Cryptosporidiosis, Kriptosporidiosis.
Infeksi-infeksi mulut yang (kemungkinan) bisa ditularkan melalui jalur seksual
Common colds, influenza, infeksi Staphylococcal, Escherichia_coli_O157:H7, Adenoviruses, Human Papillomavirus, Herpes Zoster, Hepatitis B and the yeast Candida albicans.
Gejala
IMS seringkali tidak menampakkan gejala, terutama pada wanita. Namun ada pula IMS yang menunjukkan gejala-gejala umum sebagai berikut
1. Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang berbeda dari biasanya,
2. Rasa perih, nyeri atau panas saat kencing atau setelah kencing, atau menjadi sering kencing,
3. Adanya luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut (nyeri ataupun tidak),
4. Tumbuh seperti jengger ayam atau kutil di sekitar alat kelamin,
5. Gatal-gatal di sekitar alat kelamin,
6. Terjadi pembengkakan kelenjar limfa yang terdapat pada lipatan paha,
7. Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri,
8. Pada wanita, sakit perut bagian bawah yang kambuhan (tetapi tidak ada hubungannya dengan haid),
9. Mengeluarkan darah setelah berhubungan seks
10. Secara umum merasa tidak enak badan atau demam.
Penatalaksanaan
1. Segera pergi ke dokter untuk diobati
• Jangan mengobati IMS sendiri tanpa mengetahui penyakit apa yang menyerang kita (jenis IMS sangat banyak dan ada kemungkinan terjadi komplikasi), dibutuhkan tes untuk memastikan IMS yang diderita.
• Jangan minum obat sembarangan. Obat IMS berbeda-beda, tergantung jenis IMS yang diderita
• Jangan pergi berobat ke dukun atau tukang obat. Hanya dokter yang tahu persis kebutuhan obat untuk IMS yang diderita. Penggunaan herbal bisa dilakukan (sebaiknya) jika ada yang mengawasi/penanggungjawab.
2. Ikuti saran dokter
Jangan menghentikan minum obat yang diberikan dokter meskipun sakit dan gejalanya sudah hilang. Jika tidak diobati dengan tuntas (obat dikonsumsi sampai habis sesuai anjuran dokter) , maka kuman penyebab IMS akan kebal terhadap obat-obatan.
3. Jangan berhubungan seks selama dalam pengobatan IMS
Hal ini berisiko menularkan IMS yang diderita kepada pasangan seks Anda.
4. Jangan hanya berobat sendiri saja tanpa melibatkan pasangan seks (khususnya pasangan sah)
Pencegahan
1. Anda jauhi seks, tidak melakukan hubungan seks (abstinensi), atau
2. Bersikap saling setia, tidak berganti-ganti pasangan seks (monogami) dan saling setia, atau
3. Cegah dengan memakai kondom, tidak melakukan hubungan seks berisiko (harus selalu menggunakan kondom).
4. Tidak saling meminjamkan pisau cukur dan gunting kuku.
5. Edukasi, embuskan informasi mengenai HIV/AIDS dan IMS kepada kawan-kawan Anda.





TB Paru
Pengertian
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Penularan
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu
paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi social ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV.
Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Gejala
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnose secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
• Penurunan nafsu makan dan berat badan.
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Diagnosis
1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
5. Rontgen dada (thorax photo).
6. Uji tuberkulin.
Klasifikasi
1. Tuberculosis Paru
Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
• Tuberkulosis Paru BTA positif
• Tuberkulosis Paru BTA negative
2. Tuberculosis Ekstra Paru
Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru,, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
• Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan
Misal : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
• Tuberkulosis Ekstra Paru Berat
Misal : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
Tipe penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita, yaitu :

1. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kambuh (relaps)
Adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi TB dan etlah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
3. Pindahan (transfer in)
Adalah penderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan (FORM TB 09)
4. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah penderita TB yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus berobat 2 bulan atau lebih.
5. Gagal
• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.
• Adalah penderita BTA negative, rontgen positif yang menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
6. Lain-lain
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas. Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2).
Pengobatan
Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin. Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan diawasi seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk meningkatkan ketaatan penderita dalam minum obat.