Minggu, 15 Mei 2011

ASPEK PSIKOLOGI PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS
Aspek psikologik dalam obstetri
Sekarang disadari bahwa penyakit dan komplikasi obstetrik tidak semata-mata disebabkan oleh gangguan organik. Beberapa diantaranya ditimbulkan atau diperberat oleh gangguan psikologik. Latar belakang timbulnya penyakit dan komplikasi dapat dijumpai dalam berbagai tingkat ketidak matangan dalam perkembangan emosional dan psikoseksual dalam rangka kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi tertentu yang sedang dihadapi ; dalam hal ini khususnya kehamilan, persalinan, dan keibuan.
Karena rasa nyeri dalam persalinan sejak zaman dahulu sudah menjadi pokok pembicaraan di antara para wanita, maka banyak calon ibu menghadapi kehamilan dan kelahiran anaknya dengan perasaan takut dan cemas. Tidaklah mudah untuk menghilangkan perasaan takut yang sudah berakar dalam itu, akan tetapi dokter dapat berbuat banyak dengan membantu para wanita yang dihinggapi perasaan takut dan cemas itu. Sejak pemeriksaan kehamilan yang pertama kali dokter harus dengan kesabarannya meyakinkan calon bu bahwa peristiwa kehamilan dan persalinan merupakan hal yang normal dan wajar. Dia tidak hanya harus menimbulkan kepercayaan, akan tetapi harus pula menimbulkan anggapan atau perasaan pada wanita bersangkutan bahwa ia seorang kawan yang ahli dalam bidangnya dan yang sungguh-sungguh berkeinginan untuk mengurangi rasa nyerinya serta menyelamatkan ibu dan anak.
Dalam masa 20 tahun terakhir perhatian lebih banyak dicurahkan kepada aspek emosional, yang sama pentingnya dengan aspek jasmaniah. Tidak perlu diragukan lagi bahwa sikap seorang wanita terhadap kehamilan dan persalinannya mempengaruhi kelancaran persalinan. Hal itu kira-kira 30 tahun yang lalu telah ditemukan oleh Read, yang mencoba menjawab dua pertanyaan berikut :
1. “Apakah suatu persalinan lancar karena si wanita tenang, ataukan ia tenang karena persalinan lancar?”.
2. “Apakah seorang wanita menderita nyeri dan ketakutan karena persalinannya sukar, ataukah persalinannya sukar dan nyeri karena ketakutan?”.
Akhirnya Read mengambil kesimpulan bahwa ketakutan merupakan faktor utama yang menyebabkan rasa nyeri dalam persalinan yang seyogyanya normal tanpa rasa nyeri yang berarti. Ketakutan mempunyai pengaruh tidak baik pula bagi his dan bagi lancarnya pembukaan.
Berdasarkan gagasan tersebut di atas lahirlah apa yang disebut natural childbirth atau physikological childbirth, yang kemudian diubah menjadi childbirth without fear. Aliran ini dipelopori oleh Read sendiri. Kemudian usaha yang hampir sama dengan psikoprofilaksis datang dari Prancis (Lamaze, 1954) dan dari Rusia (Pavlov, 1955). Tujuan usaha ini ialah untuk – dalam masa hamil – mendidik wanita menghilangkan perasaan takut. Selain persalinan mental dengan penjelasan-penjelasan teratur dan sederhana tentang proses reproduksi, kepada wanita diajarkan dan diberikan latihan-latihan untuk lebih dapat menguasai otot-otot, istirahat, dan pernafasan.
Kepercayaan wanita pada dokter dan bidan yang mendampinginya selama persalinan merupakan faktor yang sangat penting bagi kelancaran persalinan dan bagi mengurangi komplikasi. Penggunaan analgetikum dan anastetikum tidak dilarang apabila memang ada indikasi. Menurut Speck kehadiran sang dokter sering lebih berharga daripada analgetikum.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa semangat wanita melahirkan dapat patah akibat percakapan dan kata-kata dokter, bidan, mahasiswa, dan perawat yang kurang hati-hati. Komentar mengenai suatu kasus dan gelak-ketawa, baik di dalam maupun di luar kamar bersalin, sering di dengar oleh wanita bersangkutan dan sering ditanggapi sebagai tertuju kepadanya. Karena itu, baik staf medis maupun paramedis, hendaknya selalu mengingat apa yang diucapkan oleh Oliver Wendel Holmes :
“The women about to become a mother, or with her newborn infant upon her bosom, should be the object of trembling care and sympathy wherever she bears her tender burden or stretches her aching limbs ... God forbid that any member of the profession to which she trusts her life, doubly precious at that eventful period, should hazard it negligently, unadvisedly, or selffishly!”.
Perempuan dewasa pada saat memasuki masa pubertas akan mengalami perubahan-perubahan fisik dan psikik yng dapat berkembang baik secara fisiologik maupun patologik. Pada saat hamil perubahan-perubahan ini juga dirasakan sebagai beban sesuai dengan pertumbuhan kehamilan dan puncaknya akan terjadi pada saat persalinan. Persalinan yang terjadi baik secara fisiologis maupun patologis akan merupakan trauma psikik sebagai trauma persalinan. Pada masa setelah bersalin (masa nifas) perempuan tersebut juga akan memasuki era baru sebagai ibu, dimana ibu seolah-olah mempunyai kontak kehidupan baru dalam hubungan ibu dan anak / bayi.
Perubahan psikologik pada perempuan dewasa dapat digolongkan dalam empat kelompok : sesuai dengan urutan perubahan fungsi kodrati sebagai perempuan yang berbentuk :
• Persiapan menanti kehamilan
• Perubahan psikologik selama kehamilan
• Perubahan psikologik di waktu persalinan
• Perubahan psikologik selama nifas
Pada masa persiapan kehamilan perempua dapat dihantui oleh beberapa hal, misalnya khawatir untuk bisa atau tidak bisa hamil, apakah keadaan indung telur dan produksi ovum / ovulasi baik atau tidak, dan apakah keadaan spermatozoa suami cukup baik sehingga dapat membuahi ovum yang diproduksi perempuan.
Pada masa kehamilan perempuan dapat dihantui beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan perubahan psikologik perempuan antara lain pertumbuhan janinku baik-baik, terjadi cacat bawaan atau tidak, bila minum obat tertentu apakah boleh atau tidak berhubungan seksual dengan suami dan sebagainya.
Pada masa persalinan beberapa pertanyaan yang timbul antara lain bisa bersalin normal atau tidak, apakah harus persalinan sesar, harus digunting / dilebarkan jalan lahirnya, apakah mampu mengejan, setelah bayi lahir plasentanya dapat lahir atau tidak, bila jalan lahir robek harus dijahit rasanya sakit hebat dan sebagainya.
Pada masa nifas beberapa hal yang sering menjadi pertanyaan pada erempuan antara lain berapa lama harus berbaring, kapan boleh jalan, kapan jahitan dilepas, bagaimana menyusui bayi dengan baik, apakah tidak timbul problema menyusui, kapan boleh berhubungan seksual dengan suami lagi, cara KB apa yang dipilih, apakah tidak sakit waktu dipasang, dan berhasilkah mengatur kehamilan yang akan datang.
Dengan melihat hal tersebut di atas, maka perempuan dewasa harus dipersiapkan psikiknya agar dapat menghadapi kehamilan, persalinan, dan masa nifas dengan baik.
Prokreasi atau mempunyai anak merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh sebagian besar perempuan. Motivasi untuk hamil sangat bervariasi dan kompleks dan hanya sebagian perempuan yang menyadari hal ini. Keinginan untuk hamil tidak selalu sama dengan keinginan untuk mempunyai anak. Sebagai contoh suatu kehamilan dapat sebagai cara untuk membuktikan kemampuan reproduksi dari seseorang. Keinginan untuk hamil mungkin juga merupakan respons dari perasaan kesendirian, sebagai cara untuk menjaga hubungan dengan pasangan, atau merupakan respons atas desakan keluarga atau budaya untuk mempunyai anak. Pada beberapa budaya, anak merupakan penerus orang tua.


Kehamilan Trimester I
Pada bebrapa wanita reaksi psikologik dan emosional pertama terhadap kehamilan dan segala akibatnya berupa kecemasan, kegusaran, ketakutan, dan perasaan panik. Dalam alam pikiran kehamilan merupakan ancaman, gawat, menakutkan, dan membehayakan bagi diri mereka. Mereka tidak hanya menolak kehamilannya, akan tetapi berusaha pula untuk menggugurkannya, bahkan kadang-kadang mencoba buuh diri.
Kehamilan Trimester II
Dalam kehamilan trimester II identifikasi kehamilan sebagai konsep abstrak berubah menjadi identifikasi nyata, dengan perut menjadi lebih besar, ibu merasakan gerakan janin, dan dokter atau bidan mendengar jantung janin. Dalam masa ini terbanyak wanita sudah dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Kehamilan Trimester III
Setelah calon ibu sudah dapat menyesuaikan diri, maka kehidupan psikologik emosional dikuasai oleh perasaan dan pikiran mengenai persalinan yang akan datang dan tanggung jawab sebagai ibu yang akan mengurus anaknya. Berbagai penjelmaan dapat terjadi.
• Di antara para wanita yang menunjukkan sikap masa bodoh atau penolakan terhadap kehamilan muda sekarang banyak yang menunjukkan sikap positif atau sedikitnya sikap lebih menerima kehamilan.
• Para wanita dari golongan sosio ekonomi renda, yang jarang datang untuk pemeriksaan kehamilan, mulai menjunjung klinik-klinik serta mendaftarkan diri untuk persalinan di rumah sakit atau rumah bersalin.
• Persiapan-persiapan dibuat di rumah untuk perawatan si bayi sepulangnya dari rumah sakit.
Perlu mendapat perhatian, bahwa dua golongan wanit adalam masa ini diliputi oleh perasaan takut, yakni :
• Wanita yang mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kehamilan-kehamilan atau persalinan-persalinan sebelumnya dan primigravida yang pernah mendengar tentang pengalaman-pengalaman yang menakutkan dan mengerikan dari wanita-wanita lain.
• Multipara yang sudah lanjut umurnya dan mengalami kehamilan dan persalinan yang normal dan lancar. Kecemasan dan kekhawatiran yang timbul pada wanita ini tidak terhadap dirinya sendiri, melainkan terhadap janin yang sedang dikandung dan terhadap anak-anak lainnya. Siapa yang akan mengurus mereka apabila terjadi apa-apa dengan dirinya waktu melahirkan.
Dua golongan wanita terakhir memerlukan pengertian dari dokter dan keluarganya. Rasa simpati, pendekatan psikologik yang tepat, dan kepercayaan wanita bahwa dokter dan stafnya akan melakukan segala sesuatu untuk meringankan penderitanya dan untuk menyelamatkan ibu dan bayi, banyak menolong si ibu.
Kehamilan sebagai transisi perkembangan
Kehamilan, sama halnya dengan menarche dan menopause, adalah tahap utama perkembangan kehidupan seorang perempuan. Kehamilan dapat membawa kegembiraan dan sebaliknya merupakan peristiwa yang penuh denga tekanan dan tantangan, khususnya pada kehamilan yang pertama. Banyak konflik ang akan timul seperti adanya tanggung jawab sebagai ibu, kebutuhan akan karier, atau tugas sebagai isteri dan ibu. Respons perempuan terhadap kehamilannya berhubungan dengan 5 variabel berikut :
• Riwayat kehidupan keluarga
• Kepribadian
• Situasi kehidupan saat itu
• Pengalaman kehamilan sebelumnya
• Keadaan dan pengalaman kehamlina sekarang
Perkembangan psikologik selama kehamilan bervariasi menurut tahap kehamilan. Saat trimester pertama hal utama yang terjadi adalah usaha untuk menggabungkan janin, yang merupakan kesatuan dari dirinya dan pasangan. Pada trimester kedua, dengan mengenali gerakan janin, ibu akan menyadari bahwa janin adalah individu yang berdiri sendiri, yang mempunyai kebutuhan sendiri yang sementara tinggal di dalam tubuhnya. Pada trimester ketiga perempuan tersebut akan mendapati dirinya sebagai calon ibu dan mulai menyiapkan dirinya untuk hidup bersama bayinya dan membangun hubungan dengan bayinya. Di saat persalinan terjadilah perjuangan fisik dan psikik untuk melahirkan bayinya dengan segala kemampuan yang ada pada dirinya. Semua perjuangan ini akan dirasakan puas dan tidak menjadi beban lagi bila telah melahirkan bayinya dengan hasil baik. Pada masa nifas / pascapersalinan perempuan menerima kenyataan bahwa dirinya telah menjadi seorang ibu dan harus selalu menjaga hubungan yang baik dengan bayinya.
Perubahan psikik yang terjadi selama kehamilan sangat menentukan. Hal ini dapat mengubah perilaku saat dan sesudah melahirkan. O’Hara dan kawan-kawan menyatakan bahwa ibu hamil dengan latar belakang kelainan psikologik akan memerlukan perhatian khusus untuk meringankan beban psikologik yang dideritanya. Kendel dan kawan-kawan mendapatkan 10 dari 15 ibu nifas mengalami problem psikik. Kemungkinan terjadinya kelainan psikik pada masa nifas 30 kali lebih besar jika di bandingkan setelah 2 tahun terjadinya persalinan. Menurut Burger dan kawan-kawan ibu hamil yang mengalami 2 kali penyulit selama hamil dan persalinan akan jatuh dalam keadaan depresi.
Saat persalinan merupakan saat yang unik bagi setiap perempuan. Adanya ketakutan dan suasana yang tidak bersahabat akan meningkatkan ketegangan dan rasa nyeri. Ketakutan ini dapat dikurangi dengan memberi edukasi tentang persalinan, teknik relaksasi, pengetahuan tentang berbagai prosedur obstetrik, fasilitas rumah sakit dan kamar bersalin yang familier, serta disiapkan untuk membantu menjalani persalinan dengan baik, nyaman, dan berhasil guna. Peran dokter, bidan, dan perawat yang ada sangat berpengaruh dalam meningkatkan rasa percaya diri ibu yang akan melahirkan.
Menjadi ibu adalah suatu “keahlian” yang dapat dan harus dipelajari. Hubungan antara ibu dan bayi sudah terjadi jauh sebelum persalinan. Istilah “bounding” diartikan sebagai periode sensitif pasca melahirkan di mana terjadi interaksi antara ibu dan bayi yang akan menyatukan mereka. Kontak visual ataupun fisik yang lebih awal antara ibu dan bayi akan mempercepat hubungan diantara keduanya. Adanya pemisahan antara ibu dan bayi akan mempercepat hubungan di antara keduanya. Adanya pemisahan antara ibu dan bayi akan menimbulkan konsekuensi fisik, biologi, dan emosional. Rawat gabung sangat penting bagi perempuan dan bayi yang mempunyai masalah tertentu seperti usia ibu yang terlalu muda, pernah menderita kekerasan saat anak-anak, atau mempunyai problema psikiatrik.
Kelainan jiwa dalam kehamilan
Telah diuraikan di atas bahwa wanita hamil mengalami perubahan jiwa dalam kehamilan, yang biasanya tidak seberapa berat dan kemudian hilang dengan sendirinya. Ada kalanya diperlukan perhatian khusus atau pengobatan.
Kadang-kadang terjadi penyakit jiwa (psikosis) dalam kehamilan. Ini tidak mengherankan karena ovulasi dan haid juga dapat mengakibatkan psikosis. Penderita sebelum dan setelah anaknya lahir akan tetapi dalam kehamilan-kehamilan berikutnya biasanya penyakitnya timbul lagi. Eklampsia dan infeksi dapat pula disertai atau disusul oleh psikosis. Selain itu psikosis dapat menjadi berat dalam kehamilan.
Hiperemesis Gravidarum
Komplikasi kehamilan yang paling sering disertai dengan gangguan psikis ialah hiperemesis gravidarum. Selain kelainan organik (hiperasiditas lambung, kadar korion gonadotrophin serum tinggi), faktor-faktor psikis sering pula menjadi dasar penyakit ini, misalnya ketidak matangan psikoseksual, pertentangan dengan suami atau ibu mertua, kesulitan sosio-ekonomi atau perumahan, ketakutan akan persalinan dan lain-lain. Gardiner berpendapat bahwa muntah-muntah yang berlebihan merupakan komponen reaksi psikologi terhadap situasi tertentu dengan kehidupan wanita. Tanpa itu biasanya wanita hamil muda hanya menderita rasa mual dan muntah sedikit-sedikit (emesis gravidarum).
Pendekatan psikologi sangat penting dalam pengobatan hiperemesis gravidarum, bantuan moral dengan meyakinkan wanita bahwa gejala-gejala itu wajar dalam kehamilan muda dan akan hilang dengan sendirinya menjelang kehamilan 4 bulan sangat penting artinya.
Kasus-kasus yang berat perlu dirawat dan di temaptkan dalam kamar isolasi. Dengan demikian wanita yang bersangkutan di bebaskan dari lingkungan keluarganya yang mungkin menjadi sumber kecemasan baginya. Memang suatu kenyataan bahwa gejala-gejala sering berkurang bahkan kadang-kadang penderita sudah tidak muntah lagi sebelum terapi di mulai atau sebelum pengaruh terapi di harapkan.
Abortus
Abortus habitualis dapat disebabkan oleh faktor-faktor psikologi, seperti pertentangan emosional yang telah ada atau sebelum atau yang timbul dalam kehamilan. Pemikiran atau ketakutan akan beban-beban dan tanggung jawab dalam hubungannya dalam kehamilannya ; dan atau perasaan tidak sanggup dalam menghadapi tugas sebagai istri dan ibu menimbulkan pertentangan emosional yang hebat pada seorang wanita usia muda. Mungkin pula abortus habitualis dipengaruhi oleh kecemasan akibat kurangnya perhatian dan pengertian dari pihak suami dan kurangnya bantuan moral dari pihak keluarga, kawan-kawan dan dokter.
Dokter yang bijaksana dapat memberi sokongan moral yang diperlukan dan mengembalikan kepercayaan pada penderita, hal yang merupakan usaha pengobatan yang sangat penting dan menentukan. Usaha ini di anggap memberi hasil yang sedikitnya sama baiknya dengan pengobatan medis lengkap.
Abortus buatan dalam beberapa kasus di anggap perlu atas pertimbangan psikologi atau psikiatrik. Para wanita yang menunjukkan reaksi negatif (cemas, takut, panik) terhadap kehamilan dan menolaknya, mencari pertolongan untuk menggugurkan kandungannya, terutama mereka yang tidak kawin atau mereka yang putus asa dan berusaha bunuh diri. Dalam hal demikian dokter spesialis penyakit jiwa dapat memutuskan agar dilakukan abortus buatan atas pertimbangan psikiatrik. Di Indonesia sebaiknya keputusan diambil bersama-sama dengan dua dokter lain, termasuk dokter kandungan dan seorang dari golongan agama. Tentunya keputusan harus pula disetujui oleh suami atau keluarga terdekat.
Sebaliknya peritiwa abirtus buatan dapat mengakibatkan gangguan psikologi. Memang umumnya banyak wanita tidak mengalami apapun setelah dilakukan abortus, bahkan sebagian di antaranya merasa lega dan senang setelah hasil konsepsi dikelurkan. Akan tetapi, sebagian lain (10% menurut Jeff Coate), diliputi oleh perasaan bersalah atau berdosa dan menyesal. Naluri keibuan begitu kuatnya pada sebagian wanita ini, sehingga perasaan dosa dan penyesalan akan berbekas dalam pikiran mereka seumur hidupnya dan dapat menyebabkan sterilitas dan reaksi neurotik. Apabila indikasi bagi abortus itu kurang kuat atau semata-mata atas pertimbangan sosio-ekonomi, maka frekwensi gangguan psikologi atau neurotik meningkat sampai 20 -50 %.
Preeklampsia dan Eklampsia
Berbagai penyelidikan akhir-akhir ini menunjukkan kemungkinan bahwa preeklampsia dan eklampsia mempunyai latar belakang psikosomatis. Secara psikologi penyakitnya menunjukkan diri dalam sikap yang kurang wajar, perasaan bersalah atau berdosa atau cemas terhadap kehamilannya, dan kadang-kadang walaupun jarang ada kecenderungan untuk bunuh diri. Semua itu mengakibatkan ketidak seimbangan emosional yang di anggap sebagai sebab dari spasmus arterioler, yang merupakan ciri khas preeklampsia.
Dalam pengobatan preeklampsia, selain obat-obat konfesional yang sejak lama sudah di kenal, di anjurkan pula psychoprophylactic preparation oleh Chiladze dan Peracze dan psikoterapi oleh Cardenas-Escovar.
Gangguan psikiatrik dalam kehamilan dan nifas
Kehamilan dan nifas adalah periode penuh stress secara emosional, yang dimanifestasikan dengan adanya emosi yang labil dan mudah tersinggung. Ini merupakan dasar terjaninya kelainan psikologik pada saat masa kehamilan atau masa nifas. Pada saat perawatan antenatal perlu dicari faktor-faktor yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gangguan psikologik yang meliputi :
• Riwayat pasien dan keluarga dengan gangguan psikiatri
 Gaya kehidupan yang menyendiri
 Riwayat pelecehan seksual, fisik / emosional, dan drug abuse
• Problem psikologik yang pernah di alami antara lain :
 Riwayat berpisah dengan ibunya terlalu awal, kesulitan berpisah dengan orang tua
 Masalah dengan keluarga di saat perkawinan
 Kematian anggota keluarga atau teman dekat pada saat kehamilan / persalinan
 Konflik tentang pengasuhan anak
• Riwayat reproduksi kurang baik
 Riwayat kesulitan dengan kehamilan, persalinan, atau depresi pascapersalinan
 Riwayat kematian janin intrauterin atau kematian segera setelah lahir
 Riwayat kelainan kongenital
 Riwayat infertilitas
 Riwayat abortus berulang
 Riwayat pseudosiesis atau hiperemesis
Keadaan tersebut di atas harus dipelajari dengan baik dan ibu hamil disiapkan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya agar siap menjalani proses kehamilan, persalinan, dan nifas sebagai kodrati seorang perempuan yang dipercaya oleh Tuhan untuk menjadi ibu dan dapat memberi keturunan bersama pasangan hidupnya.
Depresi pada kehamilan dan nifas
Istilah depresi adalah istilah yang menyangkut mood, gejala, atau sindroma. Mood atau feeling blue adalah perasaan seseorang yang berkaitan dengan perasaan sedih dan frustasi. Beberapa perempuan mengalami hal ini dalam berbagai derajat beberapa minggu setelah persalinan. Gejala dapat merupakan bagian dari gangguan fisik atau psikologik seperti alkoholisme, skizoprenia atau penyakit yang disebabkan oleh virus.
Sindroma adalah sekumpulan gejala yang berhubungan dengan perubahan mood. Ada dua tipe reaksi depresi.
• Postpartum blues, dinamakan juga postnatal blues atau baby blues adalah gangguan mood yang menyertai suatu persalinan. Biasanya terjadi pada hari ke-3 samapai ke-10 dan umumnya terjadi akibat perubahan hormonal. Hal ini umum terjadi kira-kira antara 10 – 17 % dari perempuan.ditandai dengan menangis, mudah tersinggung , cemas, menjadi pelupa, dan sedih. Hal ini tidak berhubungan dengan kesehatan ibu ataupun bayi, komplikasi obstetrik, perawatan di rumah sakit, status sosial, atau pemberian ASI atau susu formula. Gangguan ini dapat terjadi dari berbagai latar belakang budaya tetapi lebih sedikit terjadi lebih sedikit terjadi pada budaya di mana seseorang bebas mengemukakan perasaannya dan adanya dukungan dari lingkungan sekitarnya.
• Depresi, kondisi ini merupakan sindroma depresi nonpsikotik yang dapat terjadi selama kehamilan dan persalinan. Umumnya keadaan ini terjadi dalam beberapa minggu atau bulan setelah persalinan. Insidensi pascapersalinan mempunyai kecenderungan untuk rekuren pada kehamilan berikutnya. Terapinya mencakup dukungan lingkungan terhadap ibu tersebut, psikoterapi, dan obat-obat antidepresi (diberikan dengan sangat hati-hati mengingat pengaruhnya pada kehamilan dan menyusui). Jika dibutuhkan, pasien dapat dirawat di rumah sakit.
Kelainan psikologik pada kehamilan dan nifas
Psikosis pascapersalinan terjadi dalam 1 – 2 dalam 1.000 persalinan. Merupakan gangguan mental yang berat yang memerlukan perawatan yang serius karena perempuan tersebut dapat melukai dirinya ataupun bayinya. Sering pasien tersebut mempunyai riwayat gangguan mental, riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya, mempunyai masalah dalam perkawinan ataupun keluarga, dan tidak adanya dukungan dari keluarga. Ada juga faktor genetik. Gejala timbul pada umumnya dari beberapa hari sampai 4 – 6 minggu pascapersalinan. Gejalanya dapat berupa tidak dapat tidur, mudah tersinggung, dan sebagainya di mana adanya gangguan organik sudah disingkirkan. Dikenal berbagai macam kelaianan psikiatrik pada ibu hamil antara lain sebagai berikut :
Ansietas
• Pada keadaan ini penderita akan diliputi oleh :
 Rasa takut, mudah marah, mudah tersinggung
 Keringat berlebihan, dyspenia, insomnia, dan / atau trembling
• Kejadian pada adolesen dan ibu dengan riwayat depresi akan meningkat
Personality Disorders
• Paranoid, schizoid atau schizotypical personality
• Histeretonic, narcissistic, antisocial
• Avoidant, dependent, compulsive, and aggressive personality
Perhatikan faktor genetik
Major Mood Disorders
• Maniac and depressive episode
• Depresi berat
• Perhatikan fakta dan gejala yang timbul. Perhatikan pula apakah ada faktor genetik, substance abuse, hipertiroid, atau tumor otak.
Sisofrenia
• Kejadian dapat 1 % dari ibu hamil dengan kelainan mental
• Tipe :
 Catatonik
 Disorganized
 Paranoid
 Undifferentiated
• Perhatikan faktor genetik
• Penyembuhan (recovery) setelah 5 tahun dapat mencapai 60 %
• Kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya cukup besar dari biasanya akan memberikan gejala lebih berat
Psikosis Postpartum
• Kejadian 1 – 4 % (Weissman dan Olfson, 1995)
• Gejala : Depressive, Maniac, Schizophrenic, atau Schizoaffective
• Perhatikan :
 Faktor genetik
 Faktor biologik : usia muda, primipara, riwayat psikiatrik illness
• 25 % kasus akan berulang pada kehamilan berikutnya
• Pengobatan : psikoterapi, antidepresan, antipsikotik, dan / atau ECT
Manajemen gangguan psikologik pada kehamilan dan persalinan
Masa antenatal
Pada masa antenatal seleksi pasien dengan riwayat gangguan psikologik harus dilakukan. Perhatikan pada pasien yang hamil dengan riwayat gangguan psikiatrik saat hamil dan persalinan / nifas sebelumnya, karena kecenderungan gangguan psikik yang lebih berat sangat tinggi. Dibutuhkan suatu komunikasi baik antara dokter dengan pasien untuk kemudian dapat memberikan saran dan psikoterapi yang memadai. Bebrapa langkah dalam mengenali, mencegah dan mengobati kelainan psikik pada saat antenatal antara lain :
• Buatlah suatu perencanaan bersama untuk mengenali kelainan psikik pada ibu hamil. Dengan menyadari adanya kelainan psikik ini, seluruh personil dapat memberikan terapi awal.
• Berikan penjelasan tentang tahap-tahap persalinan / nifas pada keluarganya.
• Dengarkan dan berilah tanggapan apabila pasien mengatakan keluhannya. Lakukan pemeriksaan secara cermat. Apabila diperlukan, periksalah perlengkapan diagnostik dengan laboratorium ataupun USG, foto rontgen, MRI dan sebagainya untuk mendapatkan keyakinan dan kemantapan langkah-langkah kehamilan dan persalinan selanjutnya.
• Ajaklah dan arahkan pasien dan keluarganya pada persiapan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan penyulit pada saat kehamilan dan persalinan sedemikian rupa sehingga pasien atau keluarganya mempunyai kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan dokter / sarana pelayanan yang ada. Informasi yang jelas dan terbuka disertai dengan komunikasi yang baik dengan suami dan keluarga ibu hamil tersebut akan merupakan dukungan yang sangat berarti.
Persalinan
Seperti telah diuraikan di atas kebebasan dari perasaan takut dapat memperlancar persalinan, baik dalam kala I dan II.
Partus lama dapat disebabkan karena faktor psikologik, yang mengakibatkan his kurang baik dan pembukaan kurang lancar. Pendekatan emosional yang salah dapat mengakibatkan inersia uteri. Kelainan ini sering dijumpai pada primipara dari pada multipara. Sering pula ketidak matangan psikoseksual, yang disertai perasaan bersalah dan berdosa sehingga kematian ibu dan bayi di khawatirkan sebagai hukuman, menjadi latar belakang partus lama.
Partus prematurus dapat disebabkan oleh tegangan psikis, tekanan kehidupan modern dan diikut sertakan para wanita dan industri. Selanjutnya dapat dibuktikan bahwa frekwensi prematuritas di antara para wanita yang bekerja di kota-kota besar makin meningkat dari tahun ke tahun. Demikian pula wanita yang tidak kawin sering melahirkan sebelum waktunya. Sehingga kehamilan di luar pernikahan dapat di anggap sebagai faktor etiologi bagi prematuritas.
Masa intrapartum
Keadaan emosional ada ibu bersalin sangat dipengaruhi oleh timbulnya rasa sakit dan rasa tidak enak selama persalinan berlangsung, apalagi bila ibu hamil tersebut baru pertama kali melahirkan dan pertama kali di rawat di rumah sakit. Untuk itu, langkah baiknya bila ibu hamil tersebut sudah mengenal dengan baik keadaan ruang bersalin / rumah sakit baik dari segi failitas pelayanannya maupun seluruh tenaga pelayanan yang ada. Usahakan agar ibu bersalin tersbut berada dalam suasana yang hangat dan familier walaupun berada di rumah sakit.
Peran perawat yang empati pada ibu bersalin sangat berarti. Keluhan dari kebutuhan-kebutuhan yang timbul agar mendapatkan tanggapan yang baik. Penjelasan tentang kemajuan persalinan harus dikerjakan secara baik sedemikian rupa agar ibu bersalin tidak jatuh pada keadaan panik.
Peran suami yang sudah memahami proses persalinan bila berada di samping ibu yang sedang bersalin sangat membantu kemantapan ibu bersalin dalam menghadapi rasa sakit dan takut yang timbul.
Masa nifas
Perawatan nifas memerlukan pengawasan serta komunikasi dua arah. Hal ini akan membantu kenyamanan ibu nifas dalam memasuki era kehidupan baru sebagai ibu yang harus merawat dan menghidupi bayinya. Perawatan secara “rooming in” merupakan pilihan untuk perawatan nifas. Saran dan arahan dari petugas kepada ibu nifas hanya dikerjakan apabila ibu tersebut mengalami kesulitan dan bertanya kepada petugas.
Pengawasan dan arahan petugas / perawat harus selalu dilakukan dengan baik termasuk memberikan pelajaran tentang perawatan bayinya dan cara laktasi yang benar.
Bila dalam pelayanan nifas semua pasien mendapat perlakuan yang sama, maka akan terjadi suatu kompetisi dari ibu-ibu tersebut untuk menjalani perawatan nifas sebaik mungkin terutama dalam perawatan bayinya. Problema-problema yang timbul selama masa nifas akan didiskusikan di antara mereka untuk kemudian ditanyakan pada petugas kesehatan apabila diperlukan. Secara tidak langsung ibu nifas akan mendapatkan rasa percaya diri di dalam perawatan dirinya ataupun bayinya sehingga pada saat pulang dari rumah sakit sudah dapat mengatasi beberapa probelm yang mungkin timbul.
Banyak penulis berpendapat bahwa banyak wanita dalam minggu pertama setelah melahirkan menunjukkan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala-gejala depresi dari yang ringan sampai yang berat, dan gejala-gejala neorosis traumatik.
Faktor-faktor yang dapat berperan dalam hal ini adalah :
• Ketakutan yang berlebihan pada masa hamil
• Struktur perorangan yang tidak normal sebelumnya
• Riwayat psikiatrik yang tidak normal
• Riwayat perkawinan abnormal
• Riwayat obstetrik abnormal
• Riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat
• Riwayat penyakit lain-lain
Biasanya penderita sembuh lagi tanpa atau dengan pengobatan : hanya kadang-kadang diperlukan terapi oleh dokter spesialis penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan-persalinan berikutnya.

Laktasi
Selain faktor-faktor hormonal dan gizi, untuk lancarnya produksi ASI diperlukan pula faktor psikis. Dalam hal terakhir korteks serebri mempunyai peranan dalam memacu dan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan neurohormon. Hormon ini mempunyai pengaruh pada hipofisis dalam produksi prolaktin dan oksitosin setelah kelahiran.
Dengan demikian keinginan atau kesediaan atau penolakan atau keengganan ibu untuk menyusui bayinya dapat memperlancar atau menghambat produksi ASI. Penerangan yang baik dan bantuan moril dapat memperlancar laktasi.
GANGGUAN FUNGSI REPRODUKSI
GANGGUAN DAN MASALAH HAID DALAM SISTEM REPRODUKSI

Klasifikasi
Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid : Hipermenorea atau menoragia dan Hipomenorea
2. Kelainan siklus : Polimenorea; Oligomenorea; Amenorea
3. Perdarahan di luar haid : Metroragia
4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid : Pre menstrual tension (ketegangan pra haid); Mastodinia; Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) dan Dismenorea

Kelainan Dalam Banyaknya Darah Dan Lamanya Perdarahan Pada Haid
A. Hipermenorea atau Menoragia
1. Definisi
Perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi.
2. Sebab-sebab
• Hipoplasia uteri, dapat mengakibatkan amenorea, hipomenorea, menoragia. Terapi : uterotonika
• Asthenia, terjadi karena tonus otot kurang. Terapi : uterotonika, roborantia.
• Myoma uteri, disebabkan oleh : kontraksi otot rahim kurang, cavum uteri luas, bendungan pembuluh darah balik.
• Hipertensi
• Dekompensio cordis
• Infeksi, misalnya : endometritis, salpingitis.
• Retofleksi uteri, dikarenakan bendungan pembuluh darah balik.
• Penyakit darah, misalnya Werlhoff, hemofili
3. Tindakan Bidan
Memberikan anti perdarahan seperti ergometrin tablet/injeksi; KIEM untuk pemeriksaan selanjutnya; Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.

B. Hipomenorea
1. Definisi
Adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.
2. Sebab-sebab
Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal.
3. Tindakan Bidan
Merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.

Kelainan Siklus
A. Polimenorea atau Epimenoragia
1. Definisi
Adalah siklus haid yang lebih memendek dari biasa yaitu kurang 21 hari, sedangkan jumlah perdarahan relatif sama atau lebih banyak dari biasa.
2. Sebab-sebab
Polimenorea merupakan gangguan hormonal dengan umur korpus luteum memendek sehingga siklus menstruasi juga lebih pendek atau bisa disebabkan akibat stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau karena keduanya.
3. Terapi
Stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan hormon estrogen dan stadium sekresi menggunakan hormon kombinasi estrogen dan progesteron.
B. Oligomenorea
1. Definisi
Adalah siklus menstruasi memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama.
2. Sebab-sebab
Perpanjangan stadium folikuller; perpanjangan stadium luteal; kedua stadium menjadi panjang; pengaruh psikis; pengaruh penyakit : TBC
3. Terapi
Oligomenorea yang disebabkan ovulatoar tidak memerlukan terapi, sedangkan bila mendekati amenorea diusahakan dengan ovulasi.


C. Amenorea
1. Definisi
Adalah keadaan tidak datang haid selama 3 bulan berturut-turut.
2. Klasifikasi
• Amenorea Primer, apabila belum pernah datang haid sampai umur 18 tahun.
• Amenorea Sekunder, apabila berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan.
3. Sebab-sebab
Fisiologis; terjadi sebelum pubertas, dalam kehamilan, dalam masa laktasi maupun dalam masa menopause; gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium; kelainan kongenital; gangguan sistem hormonal; penyakit-penyakit lain; ketidakstabilan emosi; kurang zat makanan yang mempunyai nilai gizi lebih.
4. Terapi
Terapi pada amenorea, tergantung dengan etiologinya. Secara umum dapat diberikan hormon-hormon yang merangsang ovulasi, iradiasi dari ovarium dan pengembalian keadaan umum, menyeimbangkan antara kerja-rekreasi dan istirahat.

Perdarahan di luar haid
A. Metroragia
1. Definisi
Adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan haid.
2. Klasifikasi
• Metroragia oleh karena adanya kehamilan; seperti abortus, kehamilan ektopik.
• Metroragia diluar kehamilan.
3. Sebab-sebab
• Metroragia diluar kehamilan dapat disebabkan oleh luka yang tidak sembuh; carcinoma corpus uteri, carcinoma cervicitis; peradangan dari haemorrhagis (seperti kolpitis haemorrhagia, endometritis haemorrhagia); hormonal.
• Perdarahan fungsional : a) Perdarahan Anovulatoar; disebabkan oleh psikis, neurogen, hypofiser, ovarial (tumor atau ovarium yang polikistik) dan kelainan gizi, metabolik, penyakit akut maupun kronis. b) Perdarahan Ovulatoar; akibat korpus luteum persisten, kelainan pelepasan endometrium, hipertensi, kelainan darah dan penyakit akut ataupun kronis.
4. Terapi : kuretase dan hormonal.

Gangguan Lain Yang Ada Hubungan Dengan Haid
A. Pre Menstrual Tension (Ketegangan Pra Haid)
Ketegangan sebelum haid terjadi beberapa hari sebelum haid bahkan sampai menstruasi berlangsung. Terjadi karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterom menjelang menstruasi. Pre menstrual tension terjadi pada umur 30-40 tahun.
Gejala klinik dari pre menstrual tension adalah gangguan emosional; gelisah, susah tidur; perut kembung, mual muntah; payudara tegang dan sakit; terkadang merasa tertekan
Terapi
Olahraga, perubahan diet (tanpa garam, kopi dan alkohol); mengurangi stress; konsumsi antidepressan bila perlu; menekan fungsi ovulasi dengan kontrasepsi oral, progestin; konsultasi dengan tenaga ahli, KIEM untuk pemeriksaan lebih lanjut.
B. Mastodinia atau Mastalgia
1. Definisi
Adalah rasa tegang pada payudara menjelang haid.
2. Sebab-sebab
Disebabkan oleh dominasi hormon estrogen, sehingga terjadi retensi air dan garam yang disertai hiperemia didaerah payudara.
C. Mittelschmerz (Rasa Nyeri pada Ovulasi)
Definisi
Adalah rasa sakit yang timbul pada wanita saat ovulasi, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari di pertengahan siklus menstruasi. Hal ini terjadi karena pecahnya folikel Graff. Lamanya bisa beberapa jam bahkan sampai 2-3 hari. Terkadang Mittelschmerz diikuti oleh perdarahan yang berasal dari proses ovulasi dengan gejala klinis seperti kehamilan ektopik yang pecah.
D. Dismenorea
1. Definisi
Adalah nyeri sewaktu haid. Dismenorea terjadi pada 30-75 % wanita dan memerlukan pengobatan. Etiologi dan patogenesis dari dismenore sampai sekarang belum jelas.


2. Klasifikasi
• Dismenorea Primer (dismenore sejati, intrinsik, esensial ataupun fungsional); adalah nyeri haid yang terjadi sejak menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan. Sebab : psikis; (konstitusionil: anemia, kelelahan, TBC); (obstetric : cervic sempit, hyperanteflexio, retroflexio); endokrin (peningkatan kadar prostalandin, hormon steroid seks, kadar vasopresin tinggi). Etiologi : nyeri haid dari bagian perut menjalar ke daerah pinggang dan paha, terkadang disertai dengan mual dan muntah, diare, sakit kepala dan emosi labil. Terapi : psikoterapi, analgetika, hormonal.
• Dismenorea Sekunder; terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenore. Hal ini terjadi pada kasus infeksi, mioma submucosa, polip corpus uteri, endometriosis, retroflexio uteri fixata, gynatresi, stenosis kanalis servikalis, adanya AKDR, tumor ovarium. Terapi : causal (mencari dan menghilangkan penyebabnya).


INFERTILITAS
A. Pengertian
• Fertilitas adalah kemampuan seorang istri menjadi hamil dan suami bisa menghamili.
Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
• Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil. (Manuaba, 1998).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun. Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil. (Siswandi, 2006).
B. Faktor Penyebab
1. Infertilitas Disengaja
Infertilitas yang disengaja disebabkan pasangan suami istri menggunakan alat kontrasepsi baik alami, dengan alat maupun kontrasepsi mantap.

2. Infertilitas Tidak Disengaja
• Pihak Suami, disebabkan oleh:
 Gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-sel testis), misal: aspermia, hypospermia, necrospermia.
 Kelainan mekanis, misal: impotensi, ejakulatio precox, penutupan ductus deferens, hypospadia, phymosis. Infertilitas yang disebabkan oleh pria sekitar 35-40 %.
• Pihak Istri, penyebab infertilitas pada istri sebaiknya ditelusuri dari organ luar sampai dengan indung telur.
 Gangguan ovulasi, misal: gangguan ovarium, gangguan hormonal.
 Gangguan ovarium dapat disebabkan oleh faktor usia, adanya tumor pada indung telur dan gangguan lain yang menyebabkan sel telur tidak dapat masak. Sedangkan gangguan hormonal disebabkan oleh bagian dari otak (hipotalamus dan hipofisis) tidak memproduksi hormon-hormon reproduksi seperti FSH dan LH.
 Kelainan mekanis yang menghambat pembuahan, meliputi kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis cervicalis atau hymen, fluor albus, kelainan rahim.
 Kelainan tuba disebabkan adanya penyempitan, perlekatan maupun penyumbatan pada saluran tuba.
 Kelainan rahim diakibatkan kelainan bawaan rahim, bentuknya yang tidak normal maupun ada penyekat. Sekitar 30-40 % pasien dengan endometriosis adalah infertil. Endometriosis yang berat dapat menyebabkan gangguan pada tuba, ovarium dan peritoneum. Infertilitas yang disebabkan oleh pihak istri sekitar 40-50 %, sedangkan penyebab yang tidak jelas kurang lebih 10-20 %.
3. Pemeriksaan Infertilitas
a. Syarat-Syarat Pemeriksaan
Pasangan infertil merupakan satu kesatuan biologis sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah:
• Istri dengan usia 20-30 tahun baru diperiksa setelah berusaha mendapatkan anak selama 12 bulan.
• Istri dengan usia 31-35 tahun dapat langsung diperiksa ketika pertama kali datang.
• Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun dilakukan pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini.
• Pemeriksaan infertil tidak dilakukan pada pasangan yang mengidap penyakit.
b. Langkah Pemeriksaan
Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah dengan mencari penyebabnya. Adapun langkah pemeriksaan infertilitas adalah sebagai berikut :
• Pemeriksaan Umum
 Anamnesa, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami istri secara umum dan khusus.
 Anamnesa umum
Berapa lama menikah, umur suami istri, frekuensi hubungan seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit yang pernah diderita, teknik hubungan seks, riwayat perkawinan yang dulu, apakah dari perkawinan dulu mempunyai anak, umur anak terkecil dari perkawinan tersebut.
 Anamnesa khusus
Istri : Usia saat menarche, apakah haid teratur, berapa lama terjadi perdarahan/ haid, apakah pada saat haid terjadi gumpalan darah dan rasa nyeri, adakah keputihan abnormal, apakah pernah terjadi kontak bleeding, riwayat alat reproduksi (riwayat operasi, kontrasepsi, abortus, infeksi genitalia).
Suami : Bagaimanakah tingkat ereksi, apakah pernah mengalami penyakit hubungan seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil.
 Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
 Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah.
 Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini bias pemeriksaan roentgen ataupun USG.
• Pemeriksaan Khusus
 Pemeriksaan Ovulasi
Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan berbagai pemeriksaan diantaranya :
 Penatalaksanaan suhu basal; Kenaikan suhu basal setelah selesai ovulasi dipengaruhi oleh hormon progesteron.
 Pemeriksaan vaginal smear; Pengaruh progesteron menimbulkan sitologi pada sel-sel superfisial.
 Pemeriksaan lendir serviks; Hormon progesteron menyebabkan perubahan lendir serviks menjadi kental.
 Pemeriksaan endometrium.
 Pemeriksaan endometrium; Hormon estrogen, ICSH dan pregnandiol.
Gangguan ovulasi disebabkan :
 Faktor susunan saraf pusat ; misal tumor, disfungsi, hypothalamus, psikogen.
 Faktor intermediate ; misal gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis.
 Faktor ovarial ; misal tumor, disfungsi, turner syndrome.
Terapi :
Sesuai dengan etiologi, bila terdapat disfungsi kelenjar hipofise ddengan memberikan pil oral yang mengandung estrogen dan progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan LH. Selain clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada wanita anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Atau dengan pemberian Human Menopausal Gonadotropin/ Human Chorionic Gonadotropin untuk wanita yang tidak mampu menghasilkan hormon gonadotropin endogen yang adekuat.
 Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang ditampung/ diperiksa adalah sperma yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma keluar.
 Ejakulat normal : volume 2-5 cc, jumlah spermatozoa 100-120 juta per cc, pergerakan 60 % masih bergerak selama 4 jam setelah dikeluarkan, bentuk abnormal 25 %.
 Spermatozoa pria fertil : 60 juta per cc atau lebih, subfertil : 20-60 juta per cc, steril : 20 juta per cc atau kurang.
Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens).
 Pemeriksaan Lendir Serviks
Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi keadaan spermatozoa :
 Kentalnya lendir serviks; Lendir serviks yang mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair.
 pH lendir serviks; pH lendir serviks ± 9 dan bersifat alkalis.
 Enzim proteolitik.
 Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat membunuh spermatozoa.
Baik tidaknya lendir serviks dapat diperiksa dengan :
 Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan bahwa : teknik coitus baik, lendir cerviks normal, estrogen ovarial cukup ataupun sperma cukup baik.
 Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada pertengahan siklus.
Terapi yang diberikan adalah pemberian hormone estrogen ataupun antibiotika bila terdapat infeksi.
 Pemeriksaan Tuba
Untuk mengetahui keadaan tuba dapat dilakukan :
 Pertubasi (insuflasi = rubin test); pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri.
 Hysterosalpingografi; pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba bila terdapat sumbatan.
 Koldoskopi; cara ini dapat digunakan untuk melihat keadaan tuba dan ovarium.
 Laparoskopi; cara ini dapat melihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya.
 Pemeriksaan Endometrium
Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi dilakukan mikrokuretase. Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan, maka : endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron, produksi progesterone kurang.
Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon progesteron dan antibiotika bila terjadi infeksi.
C. Nasehat Untuk Pasangan Infertil
Bidan dapat memberikan nasehat kepada pasangan infertil, diantaranya :
1. Meminta pasangan infertil mengubah teknik hubungan seksual dengan memperhatikan masa subur.
2. Mengkonsumsi makanan yang meningkatkan kesuburan.
3. Menghitung minggu masa subur.
4. Membiasakan pola hidup sehat.
PENYAKIT IBU DALAM KEHAMILAN
PREEKLAMPSIA
Pengertian
Pada umumnya ibu hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu disertai dengan peningkatan tekanan darah di atas normal sering diasosiasikan dengan preeklampsia. Data atau informasi awal terkait dengan tekanan darah sebelum hamil akan sangat membantu petugas kesehatan untuk membedakan hipertensi kronis (yang sudah ada sebelumnya) dengan preeklampsia.
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejal klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
Preeklampsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibatterjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivitas endotel (Sarwono Prawirodihardjo, 2008).
Preeklamsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam (Sarwono Prawirodihardjo, 2008).
Patofisologi
Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
Gejala klinis
Gejala dan tanda lain dari preeklampsia adalah sebagai berikut :
• Hiperrefleksia (iritabilitas susunan saraf pusat)
• Sakit kepala atau sefalgia (frontal atau oksipital) yang tidak membaik dengan pengobatan umum.
• Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur, skotomata, silau atau berkunang-kunang.
• Nyeri epigastrik.
• Oliguria (luaran kurang dari 500 ml/24 jam).
• Tekanan darah sistolik 20 – 30 mmHg dan diastolik 10 – 20 mmHg di atas normal .
• Proteinuria (di atas positif 3)
• Edema menyeluruh.
Diagnosis
1. Diagnosis Preeklampsia :
• Kehamilan lebih 20 minggu.
• Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali
selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
• Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai.
• Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++).
2. Diagnosis Preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema setelah kehamilan 20 minggu :
• Hipertensi : sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
• Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstik.
• Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
3. Diagnosis Preeklampsia berat ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini :
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
• Tekanan darah sistolik≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
• Preoteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
• Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
• Kenaikan kadar kreatinin plasma.
• Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur.
• Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson).
• Edema paru-paru dan sianosis.
• Hemolisis mikroangiopatik.
• Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
• Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase.
• Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
• Sindrom HELLP.
Pencegahan Preeklampsia
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai resiko terjadinya preeklampsia. Preeklamsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah.
Pencegahan preeklampsia :
1. Pencegahan dengan nonmedikal
Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat.
Cara yang paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia.
Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, anoksidan : vitamin C, vitamin B, β-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik, dan elemen logam berat : zinc, magnesium, kalsium.
2. Pencegahan dengan medikal
Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat dan shahih. Pemberian diuretika tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia. Antihistamin tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian kalsium : 1.500 – 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada resiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat antitrombotik yang dapat dianggap mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin B, β-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik.
Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah : mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
Penatalaksanaan Preeklamsia Ringan :
1. Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan
• Banyak istirahat (berbaring tidur / mirring).
• Diet : cukup protein, rendah karbohidraat, lemak dan garam.
• Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7 hari.
• Roborantia
• Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
• Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
2. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia ringan berdasarkan criteria
• Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala pre eklampsia.
• Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu).
• Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat
 Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka preeklampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat.
 Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
3. Perawatan obstetri pasien pre eklampsia ringan
• Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
 Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan
ditunggu sampai aterm.
 Bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama
perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37
minggu atau lebih.
• Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)
Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
• Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II.
Penatalaksanaan Preeklamsia Berat :
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan, di bagi menjadi dua unsur :
1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.
2. Sikap terhadap kehamilannya, ialah :
• Aktif : manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah labil.

DIABETES MELLITUS (DM)
Pengertian
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik dengan penyebab yang beragam, ditandai adanya hiperglikemi kronis serta perubahan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat defek sekresi atau kerja insulin atau keduanya.
Diabetes Mellitus gestasional (DMG) adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil (Sarwono Purwodihardjo, 2008)
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.


Tanda dan Gejala
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
11. Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma.
Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes mellitus tipe 1
Adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1.
Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Kadar Gula Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Patofisiologi
Sebagai kehamilan ditandai dengan adanya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, yang pada beberapa perempuan akan menjadi faktor predisposisi untuk terjadinya DM selama kehamilan.resistensi ini berasal dari hormon diabetogenik hasil sekresi plesenta yang terdiri atas hormon pertumbuhan (growth hormon), corticotropin releasing hormon, plasenta lactogen, dan progesteron. Hormon ini dan perubahan endokrinologik serta metabolik akan menyebabkan perubahan dan menjamin pasokan bahan bakar dan nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan terjadi diabetes mellitus gestasional apabila sistem pankreas tidak cukup untuk mengatasi keadaan resistensi insulin yang diakibatkan oleh perubahan hormon diabetogenik selama kehamilan.
Kadar glukosa yang meningkat pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap bayi yang dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu dengan DM biasanya lebih besar, dan bisa terjadi juga pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, jantung). Segera setelah bayi lahir, bayi dapat mengalami hipoglikemia karena produksi insulin janin yang meningkat, sebagai reaksi terhadap kadar glukosa ibu yang tinggi,. Oleh karena itu, setelah bayi dilahirkan, kadar glukosanya perlu dipantau dengan ketat.
Ibu hamil penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila diagnosis diabetes mellitus sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan, tetapi tidak terkontrol dengan baik, maka janin beresiko mempunyai kelainan kongenital.
Diagnosis
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.
Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

Penatalaksanaan DM
Penatalaksanaan antepartum pada perempuan dengan DMG bertujuan untuk :
1. Melakukan penatalaksanaan kehamilan trimester III dalam upaya mencegah bayi lahir mati atau asfiksia, serta menekan sekecil mungkin kejadian morbiditas ibu dan janin akibat persalinan.
2. Memantau pertumbuhan janin secara berkala dan terus-menerus (misalnya dengan USG) untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan ukuran janin sehingga dapat ditentukan saat dan cara persalinan yang tepat.
3. Memperkirakan maturitas (kematangan) paru-paru janin (misalnya sengan amniosintesis) apabila ada rencana terminasi (seksio sesarea) pada kehamilan 39 minggu.
4. Pemeriksaan antenatal dianjurkan dilakukan sejak umur kehamilan 32 sampai 40 minggu. Pemeriksaan antenatal dilakukan terhadap ibu hamil yang kadar gula darahnya dapat terkontrol, yang mendapat pengobatan insulin, atau yang menderita hipertensi. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nonstress test, profil biofisik, atau modifikasi pemeriksaan profil biofisik seperti nonstress test dan indeks cairan amnion.

INFEKSI
Demam Dengue
Pengertian
Demam Dengue merupakan infeksi oleh virus Dengue (sero tipe 1, 2, 3, dan 4) yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol di Asia Tenggara terutama Indonesia. Penyakit ini umumnya ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti tetapi bisa juga Aedes Albopictus dan Aedes Polynesiensis.
Virus Dengue sangat mudah bermutasi sehingga manifestasi klinik mudah bervariasi dan pencegahan dengan vaksinasi masih terus diupayakan.
Secara umum penyakit ini disebut Dengue Syndrome dan dibagi menjadi 3 sesuai dengan gejala, dimana pada awal ketiganya sukar dibedakan :
1. Dengue fever (DF)
Panas mendadak dan berkisinambungan, sakit kepala, nyeri orbita, nyeri otot, sendi, dan tulang belakang, mual-muntah, nyeri perut, dan leukopenia.
2. Dengue hemorrhagic fever (DHF), ada 4 gradasi di mana grade III dan IV disebut DSS.
Pada awal seerti dengue fever, kemudian tourniquet test positif, petekie / ekimosis / purpura (pada gusi dan bekas suntik, epistaksis, hematemesis, melena, hematuri), efusi pleura, dan esites. Pemeriksaan laboratorium : trombosit 100.000 atau kurang, peningkatan hematokrit ≥ 20 % atau penurunan hematokrit ≥ 20 % setelah terapi cairan.
3. Dengue shock syndrome (DSS)
Timbul tanda-tanda syok terutama narrow pulse pressure kurang atau sama dengan 20 mmHg. Kematian pada pasien dengan demam dengue umunya karena datang dengan DHF atau DSS dan tidak mendapat penanganan adekuat / intensif.
Penanganan ini dengan tujuan penting untuk pedoman penanganan secara klinik dan pelaporan.
Penanganan
Tidak ada penanganan khusus. Pengobatan hanya simtomatik dan suportif disertai pengawasan ketat secara klinik maupun laboratorium. Penanganan secara umum adalah sebagai berikut :
1. Istirahat
2. Antipiretik untuk panas di atas 39o C dengan parasetamol setiap 6 jam
3. Kompres dengan air hangat
4. Terapi rehidrasi (minum atau parenteral jika tidak cukup)
5. Pemeriksaan laboratorium khususnya Hb, leukosit, trombosit, dan hemtokrit
6. Pemeriksaan penunjang, antara lain foto torak dan USG
Hindari pemberian aspirin untuk obat panas dan antibiotika karena tidak perlu, serta sari buah dengan pengawet.
Pengaruh demam dengue pada kehamilan
Berdasarkan gejala klinik dari penyakit ini, pengaruh yang mungkin terjadi adalah kematian janin intrauterin. Jika infeksi terjadi menjelang persalinan dilaporkan bisa terjadi transmisi vertikal dan bayi lahir dengan gejala trombositopenia, panas, hepatomegali, dan gangguan sirkulasi. Keadaan ini tidak terjadi jika infeksi terjadi jauh dari masa persalinan. Pada saat persalinan bisa terjadi perdarahan karena adanya trombositpenia. Trombosit atau darah hanya diberikan jika terdapat perdarahan.

Penanganan pada kehamilan
Pada dengue fever prognosis baik, sedangankan pada DHF sangat bergantung pada penanganan secara umum di rumah sakit di samping apakah persalinan terjadi pada masa kritis.
Infeksi Saluran Kemih
Pengertian
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai selama kehamilan (Sarwono Prawirohardjo, 2008).
Infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih. ISK merupakan kasus yang sering terjadi dalam dunia kedokteran. Walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam, dan produk buangan, biasanya urin tidak mengandung bakteri. Jika bakteri menuju kandung kemih atau ginjal dan berkembang biak dalam urin, terjadilah ISK.
Jenis Infeksi Saluran Kemih yang paling umum adalah infeksi kandung kemih yang sering juga disebut sebagai sistitis. Gejala yang dapat timbul dari ISK yaitu perasaan tidak enak berkemih (disuria, Jawa: anyang-anyangen). Tidak semua ISK menimbulkan gejala, ISK yang tidak menimbulkan gejala disebut sebagai ISK asimtomatis.
Pembagian
Berdasar anatomi
1. Bawah : uritritis, sistitis (infeksi superfisialis vesika urinaria), prostatitis
2. Atas : pielonefritis (proses inflamasi parenkim ginjal), abses ginjal
Berdasar Klinis
1. Tanpa komplikasi : sistitis pada wanita hamil kelainan neurologis atau struktural yang mendasarinya
2. Dengan Komplikasi : infeksi saluran kemih atas atau setiap kasus ISK pada laki-laki, atau perempuan hamil, atau ISK dengan kelainan neurologis atau struktural yang mendasarinya
Diagnosis, Gejala, dan Tanda
Diagnosis ISK ditegakkan dengan membuktikan adanya mikroorganisme di saluran kemih.
Gejala ISK tidak selalu lengkap, bahkan kadang-kadang tanpa gejala (asimptomatik). Gejala yang lazim ditemukan adalah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing (urgency), yang biasanya terjadi bersamaan. Rasa nyeri biasanya didapatkan di daerah suprapubis atau pelvis berupa rasa nyeri atau seperti terbakar di uretra atau muara uretra luar sewaktu berkemih atau di luar saat berkemih. Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung air seni lebih dari 500 ml akibat rangsangan mukosa yang meradang sehingga sering berkemih. Rasa terdesak berkemih dapat sampai menyebabkan seseorang menderita ISK ngompol, tetapi gejala ini juga didapatkan pada penderita batu atau benda asing di dalam kandung kencing.
Gejala lain yang juga didapatkan ISK adalah stranguria yaitu berkemih yang sulit dan disertai kejang otot pinggang yang sering pada sistitis akut, tenesmus yaitu rasa nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kencing meskipun telah kosong, nokturia yaitu kecenderungan buang air kecil lebih sering pada waktu malam hari akibat kapasitas kandung kemih yang menurun. Kolik ureter atau ginjal yang gejalanya khas dan nyeri dapat juga menyertai gejala ISK.
Pemeriksaan mikrobiologi
1. ISK tanpa kompliksi : E. Coli (80%), proteus, klebsiella, enterokokus
2. ISK dengan komplikasi : E. Coli (30%) enterokokus (20%), pseudononas (20%), S. Epidermidis (15%), batang gram negatif lainya.
3. ISK yang berhubungan dengan kateter : jamur (30%), E . coli (25%), batang gram negatif lainya, enerokokus, S.epidermis
4. Uritritis : chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae
Manifestasi klinik
1. Sistitis : piuria urgensi, frekuensi miksi meningkat perubahan warna dan bau urine, nyeri suprapublik, demam biasanya tidak ada.
2. Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya discharge uretra
3. Prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium uretra (cont: hestansi, aliran lemah).
4. Pielonefrritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong, mual, muntah, diare
5. Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan pielonefritis kecuali demam menetap meskipun di obati dengan antibiotik.]
Pencegahan
1. Perbanyak minum air
2. Berceboklah dengan cara dari depan ke belakang untuk mencegah bakteri dari anus masuk ke vagina atau uretra.
3. Bersihkan alat vital Anda sebelum berhubungan
4. Buang air kecil setelah berhubungan seksual untuk membersihkan bakteri dari saluran kencing
5. Jangan menahan BAK bila Anda ingin buang air kecil
6. Mandi dengan gayung/shower, tidak dengan bath tub
Penatalaksanaan
Pengobatan ISK biasanya dilakukan dokter dengan pemberian antibiotik. Secara tradisional, orang sering memakai air daun sirih karena diyakini memiliki daya antiseptik. Namun demikian, pengobatan tradisional seperti itu tidak boleh terlalu diandalkan. Bila Anda merasakan gejala di atas, segeralah memeriksakan diri ke dokter.
Pada asimptomatik kandiduria tidak dibutuhkan terapi antijamur. Biasanya hanya bersifat transien dan bila persisten pun tidak memiliki ancaman serius untuk meningkatkan morbiditas pada pasien. Bila dibutuhkan pengobatan karena dikhawatirkan terjadi infeksi yang lebih serius dapat diberikan Amfoterisin B atau Flukonazole sistemik, atau dapat secara irigasi dengan Amfoterisin B. Pasien dengan kandiduria asimptomatik bila akan dilakukan tetapi pembedahan atau pemasangan instrumen urologi, sebaiknya diberi terapi terlebih dahulu untuk kandidurianya.
Sistitis yang menunjukkan gejala membutuhkan terapi Amfoterisin B dengan cara instilasi melalui vesika urinaria (50 µg/dl) atau terapi sistemik penggunaan ketokonazole atau Itrakonazole sangat rendah diekskresikan melalui urin sehingga kemampuan untuk eliminasi jamur di vesika urinaria juga terbatas. Flukonazole banyak digunakan untuk kandiduria karena mudah diabsorbsi secara oral dan lebih dari 80 % diekskresi melalui ginjal dengan bentuk yang tidak berubah sehingga sangat cocok untuk sistitis karena jamur. Dosis Fluokonazole 200 mg/hari dosis tunggal selama 10 – 14 hari.
Pemberian Amfoterisin B, yang dapat diberikan sistemik intravena dengan dosis 0,3 mg/kgBB, menunjukkan efektifitas yang cukup baik. Rute ini juga digunakan pada infeksi yang menunjukkan resistensi.
Pada renal kandidiasis sekunder akibat penyebaran hematogen dapat dilakukan pengobatan secara sistemik menggunakan Amfoterisin B intravena dengan dosis 0,6 mg/kgBB atau Fluokonazole intravena dengan dosis 400 mg/hari. Sistemik kandidiasis memerlukan terapi jangka panjang dengan durasi 4 sampai 6 minggu. Penggunaan obat Amfoterisin B selama kehamilan termasuk dalam kategori B, sedangkan Fluokonazole termasuk kategori C.

PMS (Penyakit Menular Seksual)
Pengertian
Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit menular seksual (PMS) atau dalam bahasa Inggrisnya sexually transmitted disease (STD), sexually transmitted infection (STI) or venereal disease (VD). Infeksi (lebih tepatnya infeksi-infeksi) yang digolongkan dalam IMS/PMS salah satu cara penularannya melalui hubungan seksual (vaginal, oral, anal) dengan pasangan yang sudah tertular.
Jenisnya sangat banyak, semakin sering kita berganti-ganti pasangan seks semakin besar kemungkinan tertular (bisa saja tertular berbagai macam virus, bakteri, jamur, dan protozoa dalam tubuh kita). Ada jenis yang efeknya terasa dalam 3 hari sesudah terpajan (terkena), ada pula yang membutuhkan waktu lama. Sebaiknya IMS cepat diobati karena menjadi pintu gerbang masuknya HIV ke dalam tubuh kita.
Penularan IMS/PMS
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, yaitu :
1. Melalui darah :
• transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV,
• saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba,
• tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja,
• menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril,
• penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan menyisakan darah pada alat).
2. Dari ibu hamil kepada bayi :
• saat hamil,
• saat melahirkan,
• saat menyusui.
Jenis IMS/PMS
Ada banyak jenis-jenis IMS dan berikut jenis-jenis IMS (penulis akan menambah daftar penyakit IMS satu persatu karena jumlahnya banyak), klik pada nama penyakitnya maka akan menuju halaman baru yang merunut pada penjelasan tentang penyakit tersebut.



Penyebab
Dibagi menjadi beberapa penyebab :
1. Bakteri
• Bacterial Vaginosis (BV) – not officially an STD but affected by sexual activity.
• Chancroid (Ulkus mole)
• Donovanosis (Granuloma inguinale or Calymmatobacterium granulomatis)
• Gonorrhea (GO atau kencing nanah).
• Klamidia
• Lymphogranuloma venereum (LGV) (Chlamydia trachomatis serotypes L1, L2, L3.)
• Non-gonococcal urethritis (NGU)
• Staphylococcal infection
• Syphilis, Sifilis, Raja Singa
2. Fungi/jamur
• Trichophyton rubrum
• Candidiasis, Yeast Infection
3. Virus
• Adenoviruses
• Cervical cancer, Kanker serviks
• Condiloma akuminata, Jengger ayam
• Hepatitis A
• Hepatitis B
• Hepatitis C
• Hepatitis E (transmisi via fecal-oral)
• Herpes simpleks – Herpes 1,2
• HIV/AIDS
• Human T-lymphotropic virus (HTLV)-1
• Human T-lymphotropic virus (HTLV)-2
• Human Papilloma Virus (HPV)
• Molluscum Contagiosum Virus (MCV)
• Mononucleosis – Cytomegalovirus CMV – Herpes 5
• Mononucleosis – Epstein-Barr virus EBV – Herpes 4
• Sarkoma kaposi, Kaposi’s sarcoma (KS) – Herpes 8
4. Parasit
• Pubic lice, colloquially known as “crabs” (Phthirius pubis)
• Scabies (Sarcoptes scabiei)
5. Protozoa
• Trichomoniasis
Infeksi-infeksi perut yang ditularkan jalur seksual (anal-oral contamination / fecal-oral)
1. Penyebab bakteri: Shigella, Campylobacteriosis, dan Salmonellosis.
2. Penyebab virus : Hepatitis A, Adenoviruses.
3. Parasit : Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, dan Cryptosporidiosis, Kriptosporidiosis.
Infeksi-infeksi mulut yang (kemungkinan) bisa ditularkan melalui jalur seksual
Common colds, influenza, infeksi Staphylococcal, Escherichia_coli_O157:H7, Adenoviruses, Human Papillomavirus, Herpes Zoster, Hepatitis B and the yeast Candida albicans.
Gejala
IMS seringkali tidak menampakkan gejala, terutama pada wanita. Namun ada pula IMS yang menunjukkan gejala-gejala umum sebagai berikut
1. Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang berbeda dari biasanya,
2. Rasa perih, nyeri atau panas saat kencing atau setelah kencing, atau menjadi sering kencing,
3. Adanya luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut (nyeri ataupun tidak),
4. Tumbuh seperti jengger ayam atau kutil di sekitar alat kelamin,
5. Gatal-gatal di sekitar alat kelamin,
6. Terjadi pembengkakan kelenjar limfa yang terdapat pada lipatan paha,
7. Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri,
8. Pada wanita, sakit perut bagian bawah yang kambuhan (tetapi tidak ada hubungannya dengan haid),
9. Mengeluarkan darah setelah berhubungan seks
10. Secara umum merasa tidak enak badan atau demam.
Penatalaksanaan
1. Segera pergi ke dokter untuk diobati
• Jangan mengobati IMS sendiri tanpa mengetahui penyakit apa yang menyerang kita (jenis IMS sangat banyak dan ada kemungkinan terjadi komplikasi), dibutuhkan tes untuk memastikan IMS yang diderita.
• Jangan minum obat sembarangan. Obat IMS berbeda-beda, tergantung jenis IMS yang diderita
• Jangan pergi berobat ke dukun atau tukang obat. Hanya dokter yang tahu persis kebutuhan obat untuk IMS yang diderita. Penggunaan herbal bisa dilakukan (sebaiknya) jika ada yang mengawasi/penanggungjawab.
2. Ikuti saran dokter
Jangan menghentikan minum obat yang diberikan dokter meskipun sakit dan gejalanya sudah hilang. Jika tidak diobati dengan tuntas (obat dikonsumsi sampai habis sesuai anjuran dokter) , maka kuman penyebab IMS akan kebal terhadap obat-obatan.
3. Jangan berhubungan seks selama dalam pengobatan IMS
Hal ini berisiko menularkan IMS yang diderita kepada pasangan seks Anda.
4. Jangan hanya berobat sendiri saja tanpa melibatkan pasangan seks (khususnya pasangan sah)
Pencegahan
1. Anda jauhi seks, tidak melakukan hubungan seks (abstinensi), atau
2. Bersikap saling setia, tidak berganti-ganti pasangan seks (monogami) dan saling setia, atau
3. Cegah dengan memakai kondom, tidak melakukan hubungan seks berisiko (harus selalu menggunakan kondom).
4. Tidak saling meminjamkan pisau cukur dan gunting kuku.
5. Edukasi, embuskan informasi mengenai HIV/AIDS dan IMS kepada kawan-kawan Anda.





TB Paru
Pengertian
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Penularan
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu
paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi social ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV.
Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Gejala
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnose secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
• Penurunan nafsu makan dan berat badan.
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Diagnosis
1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
5. Rontgen dada (thorax photo).
6. Uji tuberkulin.
Klasifikasi
1. Tuberculosis Paru
Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
• Tuberkulosis Paru BTA positif
• Tuberkulosis Paru BTA negative
2. Tuberculosis Ekstra Paru
Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru,, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
• Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan
Misal : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
• Tuberkulosis Ekstra Paru Berat
Misal : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
Tipe penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita, yaitu :

1. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kambuh (relaps)
Adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi TB dan etlah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
3. Pindahan (transfer in)
Adalah penderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan (FORM TB 09)
4. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah penderita TB yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus berobat 2 bulan atau lebih.
5. Gagal
• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.
• Adalah penderita BTA negative, rontgen positif yang menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
6. Lain-lain
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas. Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2).
Pengobatan
Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin. Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan diawasi seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk meningkatkan ketaatan penderita dalam minum obat.
PERSALINAN KOMPLIKASI / ABNORMAL
KEHAMILAN GANDA / KEMBAR / GEMELI
Kejadian kehamilan kembar terjadi kira-kira 1 di antara 80 kehamilan tapi perbandingan ini tergantung pada bangsa ; di Jepang misalnya 1 : 155. Di beberapa negara kejadian kehamilan ganda meningkat karena penggunaan clomiphen aialah semacam obat perangsang ovulasi.
Jika perbandingan kehamilan kembar pada suatu bangsa 1 : 80 maka perbandingannya untuk kehamilan ganda 3 adalah 1 : 802 dan untuk kehamilan ganda 4 adalah 1 : 803.
Jadi rumus umum untuk perbandingan kehamilan ganda ialah 1 : Na-1 di mana N adalah perbandingan kehamilan kembar di antara penduduk dan a adalah jumlah anak pada kehamilan ganda.
A. Pengertian Kehamilan Kembar
Kehamilan kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita tu sendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Kehamilan dan persalinan membawa resiko nbagi janin. Bahaya bagi ibu tidak sebegitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan dan perhatian khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin.
B. Kehamilan kembar ada 2 macam
1. Kehamilan kembar 2 telur, kehamilan kembar dizigotik, kehamilan kembar fraternal : 2 buah sel telur dihamilkan oleh 2 buah sel mani. Kedua sel telur dapat berasal dari 1 ovarium atau masing-masing dari ovarium yang berlainan.
2. Kehamilan kembar 1 telur, kehamilan kembar monozigotik atau kehamilan kembar identik : yang terjadi dari sebuah sel telur dan sebuah sel mani. Sel telur yang telah dihamilkan itu, kemudian membagi diri dalam 2 bagian yang masing-masing tumbuh menjadi anak.
Kehamilan kembar 2 telur lebih sering diketemukan daripada kehamilan kembar 1 telur.
Frekwensi kehamilan 2 telur dipengaruhi oleh bangsa, keturunan, paritas, dan umur ibu. Makin tua umur ibu dan makin tinggi paritasnya makin besar kemungkinan anaknya kembar.
Sebaliknya kehamilan kembar 1 telur tidak dipengaruhi oleh bangsa, keturunan, paritas dan umur tapi oleh faktor lingkungan, faktor-faktor yang memperlampat pertumbuhan, misalnya karena nidasi terlambat atau kekurangan zat asam.
Kehamilan ganda 3 dapat terjadi dari 1, 2, atau 3 buah sel telur.
Anatomi plasenta dan selaput janin pada kehamilan kembar : pada kehamilan 2 telur selalu ada 2 chorion dan 2 amnion dan plasenta 2 buah, tapi kadang-kadang plasenta bersatu karena pinggir-pinggirnya bertemu waktu tumbuh.
Kehamilan kembar 1 telur biasanya mempunyai 1 korion dan 2 amnion dan 1 plasenta. Kadang-kadang terdapat 1 korion dan 1 amnion atau jarang sekali 2 korion atau 2 amnion. Semua ini tergantung pada saatnya pemisahan. Kalau pemisahan terjadi sangat dini ialah pada stadium 8 – 12 sel maka mungkin terjadi 2 amnion, 2 korion, dan 2 plasenta.
Kalau terjadi lebih lambat tapi sebelum hari ke 7 maka terjadi 1 korion dan 2 amnion. Kalau pemisahan terjadi antara hari ke 7 dan hari ke 13 setelah fertilisasi maka terjadi 1 korion dan 1 amnion dan pemisahan sesudah hari ke 13 menghasilkan kembar siam.
Untuk membedakan antara kehamilan kembar 1 telur dan kehamilan kembar 2 telur dapat dijadikan pegangan :
Kehamilan kembar satu telur Kehamilan kembar dua telur
• Selalu sama jenis kelaminnya rupanya mirip (seperti bayangan)
• Golongan darah sama
• Cap tangan dan kaki sama
• Plasenta 1, korion 1, amnion 2 atau plasenta 1, korion 1, amnion 1. • Jenis kelamin tidak usah sama
• Persamaan seperti adik dan kakak
• Golongan darah tidak usah sama
• Cap tangan dan kaki tidak sama
• Plasenta 2, korion 2, amnion 2.

Pada kehamilan kembar 1 telur ada anastomosis antara kadua peredaran darah, jadi darah kedua janin bercampur.
Anastomosis ini mungkin antara arteri dengan arteri, vena dengan vena atau arteri dengan vena.
Maka kalau jantung salah seorang anak lebih kuat dari yang lain, jantung ini akan menguasai plasenta dan menjadi besar, sedangkan jantung yang lemah mengalamiatrofi sehingga anak ini mati atau terjadi anak yang janggal segumpal daging yang disebut acardius amorphus.
Anak dengan jantung yang kuat mengakibatkan hydramnion karena pengeluaran air kencingnya lebih banyak.
Berat anak kembar pukuk rata kurang dari anak tunggal. Lamanya kehamilan kembar pukul rata juga lebih pendek dari kehamilan tunggal ialah 37 minggu.
Kadang-kadang ada perbedaan yang cukup besar antara berat badan kedua anak. Kita beranggapan bahwa ini bukan disebabkan karena perbedaan umur tapi karena perbedaan pertumbuhan misalnya, karena seorang anak lebih banyak mendapat makanan dari plasenta dari pada anak yang lain.
Ahli-ahli mengemukakan kemungkinan superfekundasi, ialah fertilisasi dari ovarium pada waktu yang berdekatan tapi tidak pada coitus yang sama dan superfoetasi ialah fertilisasi dari 2 buah telur tapi tidak pada cyclus yang sama.
Superfekundasi dapat terjadi pada manusia, karena dalam perpustakaan diceritakan mengenai seorang ibu kulit putih yang melahirkan seorang anak kulit mulatto pada suatu persalinan kembar. Superfekundasi belum dapat dibuktikan pada manusia.
Kadang-kadang salah seorang anak mati waktu kehamilan masih muda sedangkan anak satunya tumbuh terus.
Anak yang mati ini tertekan antara dinding rahim dan selaput janin yang hidup hingga terjadi fetus papyraceus atau fetus compressus.
C. Etiologi
Bangsa, hereditas, umur dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap kehamilan kembar yang berhasil dari 2 telur. Juga obat klomid dan hormon gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik.
Faktor-faktor tersebut dan mungkin pula faktor lain dengan mekanisme tertentu menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel. Kemungkinan pertama dibuktikan dengan ditemukannya 21 korpora lutea pada kehailan kembar. Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi lebih dari satu dan jika semua embrio yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu tumbuh berkembang lebih dari satu. Pada kembar yang berasal dari satu telur, faktor bangsa, hereditas, umur dan paritas tidak atau sedikit sekali mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar itu. Diperkirakan disini sebabnya ialah faktor pengahambat pada masa pertumbuhan dani hasil konsepsi. Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum blastula terbentuk, menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion, 2 korion, dan 2 plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik. Bila faktor penghambat terjadi setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk, maka akan terjadi kehamilan kembar dengan 2 amnion, sebelum primitive streak terbentuk, maka akan terjadi kembar dempet dalam berbagai bentuk.

D. Diagnosis
• Anamnesa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya anak kembar dalam keluarga. Umur dan paritas juga harus diperhatikan.
Ibu merasa bahwa perutnya lebih besar dari kehamilan biasa dan pergerakkan anak mungkin lebih sering terasa.
Juga keluhan subjektif lebih banyak : perasaan berat, sesak nafas, bengkak kaki dan lain-lain.
• Inspeksi
Perut lebih besar dari pada kehamilan biasa.
• Palpasi
Fundus uteri lebih tinggi dari pada sesuai dengan tuanya kehamilan. Teraba 3 bagian besar atau lebih atau teraba 2 bagian besar berdampingan.
Pada tiap kehamilan dengan hydamnion harus diingat akan kemungkinan kehamilan kembar.
• Auskultasi
Terdengar bunyi jantung pada 2 tempat yang sama jelasnya, apa lagi kalau ada perbedaan frekwensi, sekurang-kurangnya 10/menit dihitung pada saat yang sama.
• Foto Rontegen
Nampak 2 buah kerangka anak. Baiknya foro rontegen dibuat pada bulan ke VII agar rangka janin nampak dengan jelas.
E. Penyulit
1. Hydramnion sering menyertai kehamilan kembar.
2. Adanya hydramnion meninggikan kematian bayi mungkin karena hydramnion mengakibatkan partus prematurus.
3. Toxaemia gravidarum lebih sering terjadi pada kehamilan kembar dibandingkan dengan kehamilan biasa.
4. Anemia juga lebih banyak diketemukan pada kehamilan kembar karena kebutuhan akan lebih banyak dan mungkin juga karena ibu kurang nafsu makan.
5. Partus prematurus selalu mengancam kehamilan kembar rupa-rupanya karena regangan rahim yang berlebihan.


F. Perawatan Kehamilan Kembar
Mengingat kemungkinan partus prematurus maka dianjurkan supaya ibu berhenti bekerja pada minggu ke 28, pada kehamilan biasa istirahat kerja baru diberikan pada minggu ke 34.
Perjalanan yang jauh tidak diizinkan.
Istirahat harus cukup dan sedapat-dapatnya coitus ditinggalkan pada bulan 3 terakhir. Jika ternyata serviks sudah terbuka karena regangan yang berlebihan, diusahankan untuk mempertahankan kehamilan dengan istirahat rebah.
Mengingat kemungkinan toxaemia gravidarum, makanan harus diperhatikan dan dianjurkan makanan yang hanya sedikit mengandung garam ; untuk menghindari sesak nafas, dianjurkan makan dengan porsi-porsi yang kecil. Supaya preeklamsia lekas dapat di diagnosa, periksa antenatal harus lebih te;iti, maka pasien harus lebih sering memeriksakan diri.
Untuk menghindarkan anemia secara rutin diberi garam dan Hb diperiksa sekali 3 tahun.
Letak anak pada kehamilan kembar bermacam-macam yang paling sering ialah :
• Kedua anak dalam letak kepala.
• Seorang anak dalam letak kepala dan seorang lagi dalam letak sungsang.
Kemungkinan lain ialah :
• Keduanya dalam letak sungsang.
• Seorang memanjang, sorang melintang.
• Keduanya melintang.
Karena anak kecil, mungkin juga terjadi letak muka atau presentasi majemuk ialah adanya anggota di samping kepala.
G. Pimpinan Persalinan
Seorang wanita denga kehamilan kembar, sebaiknya bersalin di rumah sakit, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul pada persalinan kembar misalnya : partus prematurus, plasenta previa, toxaemia, prolapsus foeniculi, solutio plasenta, perdarahan postpartum.
Mungkin persalinan kembar memakan waktu sedikit lebih lama dari persalinan tunggal.
Pimpinan persalinan kembar kira-kira sama dengan pimpinan persalinan tunggal sampai anak 1 lahir. Tali pusat anak 1 ini harus dijepit dengan teliti, karena mungkin peredaran darah bersekutu sehingga anak ke 2 dapat berdarah melalui tali pusat anak pertama.
Segera setelah anak 1 lahir ditentukan letak anak 2. Kalau anak kedua dalam letak memanjang maka dipecahkan ketuban setelah his timbul kembali dan ditunggu partus spontan. Kalau waktu toucher teraba tali pusat terkemuka dilakukan ekstraksi atau versi dan ekstraksi. Jika his lama tidak datang maka diberi infus pitocin.
Jika anak kedua dalam letak lintang, maka dilakukan versi luar menjadi letak memanjang dan selanjutnya ketuban dipecahkan kalau his sudah kembali.
Setelah anak pertama lahir, bunyi jantung anak kedua harus diperiksa dengan teliti, mengingat kemungkinan solusio plasenta dan tali pusat menumbung.
Jika anak kedua belum lahir setengah jam setelah anak pertama lahir maka anak ke 2 dilahirkan dengan persalinan buatan (forceps atau versi ekstraksi). Sikap ini penting untuk mengurangi kematian anak.
Jika anak 1 dilahirkan dengan persalinan buatan maka anak ke 2 pun harus segera dilahirkan dengan persalinan buatan.
Penyulit mekanis yang dapat dijumpai pada kehamilan kembar walaupun jarang terjadi ialah :
1. Turunnya kedua bagian depan anak-anak bersamaan kedalam rongga panggul (collosion, impaction, compaction). Dalam hal ini bagian depan yang paling tinggi hendaknya ditolak sedikit ke atas.
2. Kait mengait dagu anak kalau anak 1 lahir dengan letak sungsang dan anak ke 2 dengan letak kepala (interlocking). Pengaitan ini harus dilepaskan, kalau tidak mungkin dilakukan sectio.
Segera setelah anak 2 lahir diberi 10 satuan oxytocin i.m. untuk mencegah perdarahan postpartum. Fundus diperhatikan dan kalau perlu dilakukan massage. Segera setelah ada tanda-tanda bahwa plasenta lepas, plasenta dilahirkan. Setelah plasenta lahir dapat diberi methergin dan kalau perlu pitocin 10 satuan dalam 500 cc glucose.
Pada persalinan kembar selalu harus tersedia darah untuk mengatasi perdarahan postartum.
H. Prognosa Kehamilan Kembar
Pukul rata berat badan anak kembar kurang dari berat badan anak tunggal, karena lebih sering terjadi partus prematurus. Terjadinya partus prematurus ini, meninggikan angka kematian di antara bayi-bayi yang kembar. Walaupun begitu prognosa anak kembar yang prematur lebih baik dibandingkan dengan anak tunggal yang sama beratnya.
Cara yang terbaik untuk mengurangi kematian bayi kembar ialah dengan usaha mencegah partus prematurus.
Cacad bawaan juga dikatakan lebih sering diketemukan di antara anak kembar.
Juga prognosa ibu sedikit kurang baik, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul pada kehamilan kembar terutama toxaemia dan perdarahan.

LETAK SUNGSANG
A. Pengertian Sungsang
Letak sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan bagian rendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri).
Kehamilan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri, sedangkan bokong merupakan bagian terbawah di daerah pintu atas panggul atau simfisis (Prof.Dr.Ida Bagus Gede Manuaba,SpOG,1998).

Gambar Kelainan Letak Sungsang.
B. Tipe Letak Sungsang
1. Presentasi bokong murni (frank breech) (50-70%). Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
2. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) ( 5-10%). Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki.
3. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete or footling) ( 10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.
Frekuensi letak sungsang murni lebih tinggi pada kehamilan muda dibanding kehamilan tua dan multigravida lebih banyak dibandingkan dengan primigravida.
C. Penyebab Terjadinya Letak Sungsang
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah:
• Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong.
• Air ketuban masih banyak dan kepala anak relatif besar.
• Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas panggul.
• Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
• Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya pada panggulsempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor – tumor pelvis dan lain – lain.
• Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara
• Gemeli (kehamilan ganda)
• Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.
• Janin sudah lama mati.
• Sebab yang tidak diketahui.
D. Sebab-sebab Kematian Anak pada Letak Sungsang
1. Setelah pusat lahir, maka kepala anak mulai masuk ke dalam rongga panggul, sehingga tali pusat tertekan antara kepala dan rongga panggul. Diduga bahwa kepala harus lahir dalam 8 menit, sesudah pusat lahir supaya anak dapat lahir dengan selamat.
2. Pada letak sungsang dapat terjadi perdarahan otak karena kepala dilahirkan dengan cepat.
3. Dapat terjadi kerusakan dari tulang belakang karena tarikan pada badan anak.
4. Pada letak sungsang lebih sering terjadi prolapsus foeniculi, karena bagian depan kurang baik menutup bagian bawah rahim
Selain dari itu karena pertolongan mungkin terjadi fraktur dari humerus atau clavicula, paralyse lengan karena tekanan atau tarikan pada plexus brachialis.
E. Etiologi
Faktor-faktor presentasi bokong meliputi prematuritas, air ketuban yang berlebihan. Kehamilan ganda, plasenta previa, panggul sempit, fibra, myoma,hydrocepalus dan janin besar. Banyak yang diketahui sebabnya, ada pesentasi bokong membakal. Beberapa ibu melahirkan bayinya semua dengan presentasi bokong menunjukkan bahwa bentuk panggulnya adalah sedemikian rupa sehingga lebih cocok untuk presentasi bokong daripada presentasi kepala. Implantasi plasenta di fundus atau di tonus uteri cenderung untuk mempermudah terjadinya presentasi bokong ( Harry oxorn,1996 )
Penyebab letak sungsang dapat berasal dari :
1. Sudut Ibu
2. Keadaan rahim
• Rahim arkuatus
• Septum pada rahim
• Uterus dupleks
• Mioma bersama kehamilan
• Keadaan plasenta
3. Plasenta letak rendah
• Plasenta previa
4. Keadaan jalan lahir
• Kesempitan panggul
• Deformitas tulang panggul
• Terdapat tumor menjalani jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala
5. Sudut janin
Pada janin tedapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang :
• Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
• Hedrosefalus atau anesefalus
• Kehamilan kembar
• Hidroamnion atau aligohidromion
• Prematuritas
Dalam keadaan normal, bokong mencapai tempat yang lebih luas sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin merupakan bagian terbesar dan keras serta paling lambat. Melalui hukum gaya berat, kepala janin akan menuju kearah pintu atas panggul. Dengan gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum fatundum dan kontraksi braxson hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk ke pintu atas panggul.
F. Diagnosis
1. Palpasi: pemeriksaan Leopold di bagian bawah teraba bagian yang kurang keras dan kurang bundar (bokong), sementara di fundus teraba bagian yang keras, bundar dan melenting (kepala), dan punggung teraba dikiri atau kanan.
2. Auskultasi: DJJ (denyut jantung janin) paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.
3. Pemeriksaan foto rontgen, USG, dan Foto Sinar -X : bayangan kepala di fundus
4. Pemeriksaan dalam: Dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang – kadang kaki (pada letak kaki). Bedakan antara :
• Lubang kecil – Mengisap
• Tulang (-) - Rahang Mulut
• Isap (-) Anus - Lidah
• Mekoneum (+)
• Tumit - Jari panjang
• Sudut 90 derajat Kaki - Tidak rata Tangan siku
• Rata jari – jari - Patella (-)
• Patella Lutut
• Poplitea
G. Gerakan Anti Sungsang
Posisi menungging. Tangan rileks disamping tubuh dan kedua kaki terbuka, ditekuk sejajar bahu. Letakan kepala dikedua tangan, turunkan dada perlahan-lahan sampai menyentuh kasur, kepala menolek ke samping kiri atau kanan. Letakan siku diatas kasur, geser sejauh mungkin dan tubuh kesamping. Ulangi gerakan sampai 8x.

H. Mekanisme Persalinan Letak Sungsang Fisiologis
Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung sebagai berikut :
1. Persalinan bokong
2. Persalinan bahu
3. Persalinan kepala
( Prof. Dr. Ida Bagus Gede Manuaba, SPOG,1998) bokong masuk pintu atas panggul dapat melintang atau miring mengikuti jalan lahir dan melakukan putaran paksi dalam sehingga trochanter depan berada di bawah simfisis. Dengan trochanter depan sebagai hipomoklion akan lahir trochanter belakang dan selanjutnya seluruh bokong lahir untuk melakukan putaran paksi dalam sehingga bahu depan berada dibawah simfisis. Dengan bahu depan sebagai hipomoklion akan lahir bahu belakang bersama dengan tangan belakang diikuti kelahiran bahu depan dan tangan depan.
Bersamaan dengan kelahiran bahu, kepala bayi memasuki jalan lahir dapat melintang atau miring, serta melakukan putaran paksi dalam sehingga suboksiput berada di bawah simfisis. Suboksiput menjadi hipomuklion, berturut-turut akan lahir dagu, mulut, hidung, muka dan kepala seluruhnya.
Persalinan kepala mempunyai waktu terbatas sekitar 8 menit, setelah bokong lahir. Melampaui batas 8 menit dapat menimbulkan kesakitan /kematian bayi ( Prof. Dr. Ida Bagus Gede Manuaba, SPOG,1998).
I. Bahaya Persalinan Sungsang
1. Anoksia intra dan ekstra uterin
2. Perdarahan intrakranial
3. Fraktur dan dislokasi
4. Kerusakan otot dan syaraf terutama pada otot sterno mastoid dan fleksus brachialis
5. Ruptur organ abdomen
6. Oedem genital dan memar atau lecet akibat capformation.
Kejadian anomali kongenital tinggi pada bayi dengan presentasi atau letak sungsang dan terutama pada BBLR.
J. Prinsip Dasar Persalinan Sungsang
1. Persalinan pervaginam
• Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht.
• Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
• Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
2. Persalinan perabdominan (sectio caesaria).
K. Konsep Penatalaksanaan Letak Sungsang (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal,2002)
Pertolongan persalinan letak sungsang memerlukan perhatian karena dapat menimbulkan komplikasi kesakitan, cacat permanen sampai dengan kematian bayi.
Menghadapi kehamilan letak sungsang dapat diambil tindakan Menurut Sarwono Prawirohardjo, berdasarkan jalan lahir yang dilalui, maka persalinan sungsang dibagi menjadi:
1. Persalinan Pervaginam
• Spontaneous breech (Bracht)
• Partial breech extraction : Manual and assisted breech delivery
• Total breech extraction
2. Persalinan per abdominal : Seksio Sesaria
Pada Persalinan secara Bracht ada 3 tahap :
1. Fase Lambat (Bokong lahir sampai umbilikus / scapula anterior).
2. Fase Cepat (Dari umbilikus sampai mulut / hidung.
3. Fase Lambat (Dari mulut / hidung sampai seluruh kepala)
L. Prosedur Persalinan Sungsang secara Spontan
1. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak berbahaya.
2. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
3. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dariruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk menghindari pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum).
M. Teknik Persalinan
1. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus. Dilakukan episiotomi.
3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
4. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
5. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasianterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten melakukan ekspresikriste ller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin, sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
6. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
Keuntungan:
• Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi.
• Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.
Kerugian:
• Terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin besar, jalan lahir
kaki, misalnya primigravida lengan menjungkit atau menunjuk
]

Bracht
Prosedur manual aid (partial breech extraction) :
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
1. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
2. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik (Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
3. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
Cara klasik:
1. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan kemudian lengan belakang dilahirkan.
2. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.
3. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dandengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.
4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan
6. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolongterletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin sehingga lengan depan terletak di belakang kemudian lengan dilahirkan dengan cara yang sama.
Cara Mueller
1. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolongdiletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir. Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Keuntungan : Tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir sehingga bahaya infeksi
minimal.

Cara louvset :
1. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :

Mauriceau
1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalanlahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4 mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari arah punggung.
2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorangasisten melakukan ekspresikriste ller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.
Prosedur persalinan sunggang perabdominan.
Beberapa kriteria yang dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus
perabdominam adalah :
1. Primigravida tua
2. Nilai sosial tinggi
3. Riwayat persalinan yang buruk
4. Janin besar, lebih dari 3,5-4 kg
5. Dicurigai kesempitan panggul
6. Prematurita.
Syarat partus pervaginam pada letak sungsang :
1. Janin tidak terlalu besar
2. Tidak ada suspek CPD
3. Tidak ada kelainan jalan lahir
4. Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.

LETAK LINTANG
A. Pengertian Letak Lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior) atau di bawah (dorsoinferior).
B. Etiologi
Penyebab paling sering adalah kelemahan otot uterus dan abdomen. Kelaianan letak paling sering terjadi pada wanita paritas tinggi (grande multipara). Faktor lain yang mendukung terjadinya letak lintang adalah plasenta previa, selain itu juga ada beebrapa faktor yang mendukung terjadinya letak lintang yaitu: kehamilan ganda, polihidramnion, abnormalitas uterus, pengkerutan pelvis, fibroid uterus yang besar.
C. Diagnosis
Letak lintang mudah didiagnosis dalam kehamilan dari bentuk uterus, terlihat melebar, lebih menonjol ke salah satu bagian abdomen, engan TFU rendah. Palpasi akan teraba kepala janin pada salah satu sisi dan bokong pada sisi yang lain, tetapi tidak ada bagian presentasi yang berada di pelvis. Pada palpasi kepala janin atau bokong ditemukan di salah satu bagian fossa iliaca. USG dapat digunakan untuk memastikan dignosis untuk mendeteteksi kemungkinan penyebab.
D. Proses Persalinan
Setelah ketuban pecah, jika persalinan berlanjut, bahu janin akan dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai sering menumbung. Setelah terjadi sedikit penurunan, bahu tertahan oleh tepi atas panggul, dengan kepala di salah satu fossa iliaca dan bokong pada fossa iliaca yang lain. Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit kuat di bagian atas panggul. Uterus kemudian berkontraksi dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi halangan tersebut. Setelah beberapa saat, akan terbentuk cincin retraksi yang semakin lama semakin meninggi dan semakin nyata. Keadaan ini disebut sebagai letak lintang kasep. Jika tidak cepat ditangani dengan benar, uterus akhirnya akan mengalami ruptur dan baik ibu maupun bayi dapat meninggal.
Bila janin amat kecil (biasanya kurang dari 800 gram) dan panggul sangat lebar, persalinan spontan dapat terjadi meskipun kelainan tesebut menetap. Janin akan tertekan dengan kepala terdorong ke abdomen. Bagian dinding dada di bawah bahu kemudian menjadi bagian yang paling bergantung dan tampak di vulva. Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul secara bersamaan, dan bayi dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat (conduplicati corpore)
E. Komplikasi Letak Lintang
Letak lintang merupakan keadaan malpresentasi yang paling berat dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi akan bertambah berat jika kasus letak lintang telambat didiagnosa. Pada ibu, dapat terjadi dehidrasi, pireksia, sepsis, perdarahan antepartum, perdarahan pos partum, ruptur uteri, kerusakan organ abdominal hingga kematian ibu. Pada janin, dapat terjadi prematuritas, bayi lahir dengan apgar skor yang rendah, prolapsus umbilikus, maserasi, asfiksia hingga kematian janin.
F. Penatalaksanaan Letak Sungsang
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada atau tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali, ibu dianjurkan menggunakan korset dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi perubahan letak, segera dapat ditentukan prognosis dan penanganannya. Pada permulaan persalinan, masih dapat diusahakan mengubah letak lintang janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah.
Pada primigravida, jika versi luar tidak berhasil sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap
2. Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada waktu his, maka lebih sering terjadi ketuban pecah sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli
3. Pada primigravida versi ekstraksi sulit dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetri yang bersangkutan baik, tidak didapat kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan lengkap untuk melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang ibu meneran atau bangun. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesaria. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung tekanan dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio sesaria. Dalam hal ini, persalinan dapat diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan terjadi dengan lancar atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar, apabila setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang.
Pada letak lintang kasep, bagian janin terendah tidak dapat didorong ke atas, dan tangan pemeriksa yang dimasukkan ke dalam uterus tertekan antara tubuh janin dan dinding uterus. Demikian pula ditemukan lingkaran Bandl yang tinggi. Berhubung adanya bahaya ruptur uteri, letak lintang kasep merupakan kontraindikasi mutlak melakukan versi ekstraksi. Bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesaria dengan segera.
Versi dalam merupakan alternatif lain pada kasus letak lintang. Versi dalam merupakan metode dimana salah satu tangan penolong masuk melalui serviks yang telah membuka dan menarik salah satu atau kedua tungkai janin ke arah bawah. Umumnya versi dalam dilakukan pada kasus janin letak lintang yang telah meninggal di dalam kandungan dengan pembukaan serviks lengkap. Namun, dalam keadaan tertentu, misalnya pada daerah-daerah terpencil, jika dilakukan oleh penolong yang kompeten dan berpengalaman, versi dalam dapat dilakukan untuk kasus janin letak lintang yang masih hidup untuk mengurangi risiko kematian ibu akibat ruptur uteri. Namun, pada kasus letak lintang dengan ruptur uteri mengancam, korioamnionitis dan risiko perdarahan akibat manipulasi uterus, maka pilihan utama tetaplah seksio sesaria.
G. Prognosis
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, misalnya panggul sempit, tumor panggul dan plasenta previa, masih tetap dapat menimbulkan kelainan pada persalinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dan janin pada letak lintang, disamping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptura uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk mengeluarkan janin.
Prognosis pada kehamilan letak lintang sangat dipengaruhi oleh riwayat pemeriksaan kehamilan, kecepatan penegakkan diagnosa dan sarana-prasarana kesehatan yang ada. Semakin lambat diagnosa letak lintang ditegakkan, maka kemungkinan bayi akan tetap berada dalam posisi lintang pada saat persalinan akan semakin besar. Sebagai perbandingan jika diagnosa dibuat pada UK 20-25 minggu, ± 2,6 % akan tetap pada posisi lintang dan jika diagnosa dibuat pada UK 36-40 minggu, ± 11,8 % akan tetap pada posisi lintang (4). Di negara dengan sarana-prasarana yang sudah maju, angka kematian ibu dan janin pada kasus letak lintang sudah cukup rendah. Namun, pada negara tertinggal, berbagai komplikasi masih terjadi akibat tidak adanya fasilitas seksio sesaria (10).
Angka kematian ibu sekitar 0-2 % ( RS Hasan Sadikin Bandung, 1966). Sedangkan angka kematian janin sekitar 18,3 % (RS Hasan Sadikin) dan 23,3 % (RS Umum Pusat Prop. Medan). Angka ini kira-kira sama dengan yang didapatkan oleh Wilson santara tahun 1935-1950. Tetapi dengan meningkatnya frekuensi seksio sesaria pada letak lintang, pada tahun 1951-1956 Wilson melaporkan angka kematian janin sangat menurun menjadi 5,6 % .
Berdasarkan penelitian WHO pada tahun 2004, rerata angka kematian akibat malposisi dan malpresentasi janin di negara-negara berkembang, seperti Brazil, Nikaragua, Ekuador dan Meksiko, sebesar 1,3 % .

MAKROSOMIA
A. Pengertian Makrosomia
Makrosomia adalah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4%.
B. Etiologi
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan terjadinya kelahiran bayi besar / baby giant.
Faktor-faktor dari bayi tersebut diantaranya :
1. Bayi dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari ibu yang menderita diabetes selama kehamilan. Sering memiliki kesamaan, mereka cenderung besar dan montok akibat bertambahnya lemak tubuh dan membesarnya organ dalam, mukanya sembab dan kemerahan (plethonic) seperti bayi yang sedang mendapat kortikosteroid. Bayi dari ibu yang menderita diabetes memperlihatkan insiden sindrom kegawatan pernafasan yang lebih besar dari pada bayi ibu yang normal pada umur kehamilan yang sama. Insiden yang lebih besar mungkin terkait dengan pengaruh antagonis antara kortisol dan insulin pola sintesis surfakton.
2. Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran bayi besar (bayi giant).
3. Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga mempengaruhi kelahiran bayi besar.
C. Tanda dan Gejala
1. Berat badan lebih dari 4000 gram pada saat lahir
2. Wajah menggembung, pletoris (wajah tomat)
3. Besar untuk usia gestasI
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemantauan glukosa darah, kimia darah, analisa gas darah
2. Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht)

E. Komplikasi
Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu indikator dari efek ibu. Yang walaupun dikontrol dengan baik dapat timbul pada janin, maka sering disarankan persalinan yang lebih dini sebelum aterm. Situasi ini biasanya dinilai pada sekitar kehamilan 38 minggu. Penilaian yang seksama terhadap pelvis ibu.Tingkat penurunan kepala janin dan diatas serviks. Bersama dengan pertimbangan terhadap riwayat kebidanan sebelumnya. Seringkali akan menunjukkan apakah induksi persalinan kemungkinan dan menimbulkan persalinan pervaginam. Jika tidak maka persalinan dilakukan dengan seksio sesarea yang direncanakan. Pada kasus-kasus Bordeline dapat dilakukan persalinan percobaan yang singkat. Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul ibunya perdarahan intrakranial, distosia bahu, ruptur uteri,serviks, vagina, robekan perineum dan fraktur anggota gerak merupakan beberapa komplikasi yng mungkin terjadi. Jika terjadi penyulit- penyulit ini dapat dinyatakan sebagai penatalaksanaan yang salah. Karena hal ini sebenarnya dapat dihindarkan dengan seksio sesarea yang terencana. Walaupun demikian, yang perlu dingat bahwa persalinan dari bayi besar (baby giant) dengan jalan abdominal bukannya tanpa resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan yang terampil.

DISTOSIA BAHU
A. Pengertian Distosia dan Distosia Bahu
Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandai adanya hambatan kemajuan dalam persalinan. Persalinan yang normal (Eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung spontan dalam 18 jam. Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 – 0,3 % dari seluruh persalinan pervaginam dengan presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.


B. Klasifikasi
Penyebab distosia dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:
1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai, yaitu :
• Kelainan his merupakan penyebab terpenting dan tersering dari distosia.
• Kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya kelainan dinding perut, seperti luka parut baru pada dinding perut, diastase muskulus rektus abdominis; atau kelainan keadaan umum ibu seperti sesak napas atau adanya kelelahan ibu.
2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin, misalnya presentasi bahu, presentasi dahi, presentasi muka, preselitasi – bokong, anak besar, hidrosefal, dan monstrum.
3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir baik bagian keras (tulang), seperti adanya panggul sempit, kelainan bawaan pada panggul maupun bagian yang lunak seperti adanya tumor-tumor baik pada genitalia interna maupun pada visera lain di daerah panggul yang menghalangi jalan lahir.
C. Komplikasi Distosia
Komplikasi Maternal :
1. Perdarahan pasca persalinan
2. Fistula Rectovaginal
3. Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
4. Robekan perineum derajat III atau IV
5. Rupture Uteri
Komplikasi Fetal :
1. Brachial plexus palsy
2. Fraktura Clavicle
3. Kematian janin
4. Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
5. Fraktura humerus
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang (klavikula dan humerus), cedera pleksus brakhialis, dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan diterapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50 % kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun atonia uteri.
E. Faktor Resiko Distosia Bahu :
1. Maternal
• Kelainan anatomi panggul
• Diabetes Gestational
• Kehamilan postmatur
• Riwayat distosia bahu
• Tubuh ibu pendek
2. Fetal
• Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
• Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
• “Protracted active phase” pada kala I persalinan
• “Protracted” pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang. Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien.
F. Diagnosis
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
3. Dagu tertarik dan menekan perineum.
4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial simfisis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus segera dilakukan.
G. Penanganan Distosia Bahu
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0, 04 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4 – 5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cidera hipoksik pada otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut :
Diagnosis

Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan

Manuver McRobert
(Posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapublik, tarikan kepala)

Manuver Rubin
(Posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapublik, tarikan kepala)

Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau manuver Wood
Manuver Mc Robert (1983)
• Dengan posisi ibu berbaring, minta ibu untuk menarik kedua lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya, minta dua asisten (boleh suami atau anggota keluarganya) untuk membantu ibu.
• Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah bawah (kearah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena mungkin akan melukainya.
• Secara bersamaan minta salah satu asisten untuk memberikan sedikit tekanan supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lakukan dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri
Manuver Corkscrew Woods (1943)
Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada bahu anterior, ke arah sternum bayi, untuk memutar bahu bayi dan mengurangi diameter bahu
Jika perlu, lakukan penekanan pada bahu posterior ke arah sternum.

Teknik Pelahiran Bahu Belakang
• Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior
• Fleksikan lengan bayi di bagian siku dan letakkan lengan tersebut melintang di dada bayi.
Manuver Rubin (1964)
• Pertama dengan menggoyang-goyang kedua bahu janin dari satu sisi ke sisi lain dengan memberikan tekanan pada abdomen.
• Bila tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang paling mudah di akses, kemudian mendorongnya ke permukaan anterior bahu. Hal ini biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu kemudian akan menghasilkan diameter antar-bahu dan pergeseran bahu depan dari belakang simfisis pubis.
Manuver Hibbard (1982)
Menekan dagu dan leher janin ke arah rectum ibu dan seorang asisten menekan kuat fundus saat bahu depan dibebaskan. Penekanan fundus yang dilakukan pada saat yang salah akan mengakibatkan bahu depan semakin terjepit (Gross dkk., 1987).
Posisi Merangkak
• Minta ibu untuk berganti posisi merangkak
• Coba ganti kelahiran bayi tersebut dalam posisi ini dengan cara melakukan tarikan perlahan pada bahu anterior ke arah atas dengan hati-hati.
• Segera setelah lahir bahu anterior, lahirkan bahu posterior dengan tarikan perlahan ke arah bagian bawah dengan hati-hati.
Manuver Zavanelli (Sandberg, 1985)
• Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala janin telah berputar dari posisi tersebut .
• Memfleksikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina yang diikuti dengan pelahiran secara sesar.
• Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk menghasilkan relaksasi uterus.
Fraktur Klavikula
Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula anterior terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu yang terjepit.
Kleidotomi
Kleidotomi yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, biasanya dilakukan pada janin mati (Schram, 1983).
Simfisiotomi
Simfisotomi yaitu mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah persalinan juga dapat diterapkan dengan sukses (Hartfield, 1986). Namun Goodwin dkk. Melaporkan bahwa tiga kasus yang mengerjakan simfisiotomi, ketiga bayi mati dan terdapat morbiditas ibu signifikan akibat cedera traktus urinarius.

IUFD (INTRA UTERINE FETAL DEATH)
KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN
A. Pengertian IUFD
Kematian janin dalam kandungan disebut Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. Jika terjadi pada trimester pertama disebut keguguran atau abortus.
Ada juga pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram ke atas.
B. Klasifikasi IUFD
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.
2. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu.
3. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death).
4. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.
C. Etiologi
1. Fetal, penyebab 25-40%
• Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops, hidrosefalus, kelainan jantung congenital
• Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.
• Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.
• Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan -apalagi hanya pada satu arah saja- bisa mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.
• Infeksi janin oleh bakteri dan virus
2. Placental, penyebab 25-35% : Abruption, Kerusakan tali pusat, Infark plasenta, Infeksi plasenta dan selaput ketuban, Intrapartum asphyxia, Plasenta Previa , Twin to twin transfusion, Chrioamnionitis, Perdarahan janin ke ibu, Solusio plasenta.
3. Maternal, penyebab 5-10% : Antiphospholipid antibody, DM, Hipertensi, Trauma, Abnormal labor, Sepsis, Acidosis/ Hypoxia, Ruptur uterus, Postterm pregnancy, Obat-obat, Thrombophilia , Cyanotic heart disease, Epilepsy, Anemia berat, Kehamilan lewat waktu (postterm).
Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.
4. Sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan.Kesulitan dalam memperkirakan kausa kematian janin tampaknya paling besar pada janin preterm.
D. Manifestasi Klinis
1. DJJ tidak terdengar
2. Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
3. Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa
4. Palpasi anak menjadi tidak jelas
5. Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10 hari
6. Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%.
E. Faktor Resiko
1. Status sosial ekonomi rendah
2. Tingkat pendidikan ibu yang rendah
3. Usia ibu >30 tahun atau <20 tahun
4. Partias pertama dan partias kelima atau lebih
5. Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
6. Kehamilan tanpa riwayat pengawasan kesehatan ibu yang inadekuat
7. Riwayat kehamilan dengan komplikasi medik atau obstetrik
F. Patofisiologi dan Patogenesis
1. Patologi
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan sebagai berikut :
• Rigor mostis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
• Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah. Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati.
• Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, stadium ini berlangsung 48 jam setelah anak mati.
• Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.
2. Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.

PARTUS MACET
Partus lama adalah proses persalinan yang mempunyai masalah fase laten yang panjang, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih bayi belum lahir atau dilatasi serviks dikanan garis waspada pada persalinan fase aktif. Persalinan lama disebabkan oleh his tidak efisien, factor janin (mal presentasi,malposisi, janin besar), faktir jalan lahir ( panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor).
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalo pelvic Disproportion) atau adaya obstruksi , Berikan penanganan umum yang mungkin akan memperbaiki kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan, Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. CPD terjadi karena bayi terlalu besar tau pelvis kecil. Bila dalam persalinan terjadi CPD akan kita dapatkan persalinan macet. Cara penilaian pelvis yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan. Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi (Partus macet), bayi hidup lahirkan dengan sectio sesarea, bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.