Jumat, 25 Maret 2011

Perdarahan Kehamilan

I. MOLA HYDATIDOSA
Mola hydatidosa adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion.
Kejadian :
Mola hydatidosa adalah penyakit wanita dalam masa reproduksi tetapi kalau terjadi kehamilan pada wanita yang berumur lenih dari 45 tahun, kehamilan mola 10 x lebih besar dibandingkan dengan gravidae antara 20 – 40 tahun.
Patologi :
Sebagian dari vlli berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola partialis kadang-kadang ada janin.
Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan poliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex kromatin adalah wanita.
Gejala-gejala :
Pada pasien dengan amnenorrhoe terdapat :
• Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak. Karena perdarahan ini pasien biasanya anaemis.
• Rahim lebih besar dari pada sesuai dengan tuanya kehamilan.
• Hyperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
• Mungkin timbul preeklamsia atau eklamsia. Terjadinya preeklamsia atau eklamsia sebelum minggu ke 24 menunjuk ke arah mola hydatidosa.
• Tidak ada tanda-tanda adanya janin ; tidak ada balotemen, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada Rontgen foto.
• Kadar gonadotropin chorion tinggi dalam darah dan air kencing.
Diagnosis :
Diagnosa baru pasti kalau kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola. Sudah dikemukakan bahwa uterus pada mola hydatidosa tumbuh lebih cepat daripada kehamilan biasa ; pada uterus yang yang besar ini tidak terdapat tanda-tanda adanya janin di dalamnya, seperti balottemen pada palpasi, gerak janin pada auskultasi, adanya kerangka janin pada pemeriksaan Rontgen, dan adanya denyut jantung pada ultrasonografi. Perdarahan merupakan gejala yang sering ditemukan.
Kadar hCG pada mola jauh lebih tinggi daripada kehamilan biasa. Ultrasonografi (B-Scan) memberi gambaran yang khas mola hydatidosa.
Penanganan Mola Hydatidosa :
Berhubungan dengan kemungkinan, bahwa mola hydatidosa menjadi ganas, maka terapi yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak yang diingini, ialah histerektomi. Akan tetapi pada wanita yang masih menginginikan anak, maka setelah diagnosis mola dipastikan, dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan disertai dengan pemberian infus oksitosin intravena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa-sisa konseptus ; kerokan perlu dilakukan hati-hati berhubungan dengan bahaya perforasi.
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong, dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblast yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
Sebelum mola dikeluarkan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan Rontgen paru-paru untuk menentukan ada tidaknya metastasis di tempat tersebut.
Setelah mola dikeluarkan, dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista teka-lutein. Kista-kista ini yang tumbuh karena pengaruh hormonal, kemudian mengecil sendiri.

II. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.
Kehmilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang normal ialah dalam uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam serviks, pars interstitialis tubae atau dalam tanduk rudimenter rahim.
Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi di dalam tuba.

Patologi :
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan :
• Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini sering kali adanya kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, dianggap sebagai haid yang datangnya agak terlambat ;
• Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum Douglasi, dan menyebabkan hematokele retrouterina. Pada peristiwa ini yang terkenal dengan nama abortus tuba, ovum untuk sebagian atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar dari ostrium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan pada ampulla ; darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
• Trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Peristiwa ini yang sering terjadi pada kehamilan di isthmus.

III. PLASENTA PREVIA
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas peritnatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup (sarwono prawirodiharjo).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada Segmen Bawah Rahim (SBR), sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (Rustam : 327). Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus.
Jenis plasenta previa:
1. Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
2. Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4. Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Karena klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologis, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu. Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan.
Etiologi :
Plasenta previa pada primigravida yang berumur > 35 Tahun , 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur < 25 Tahun.
Plasenta previa dapat terjadi pada :
1. Keadaan endometrium yang belum matang dan plasenta lebih besar dan tipis
2. Diperkirakan terdapat definisi endometrium dan desi dua pada segmen atau uterus, sehingga plasenta akan meluas dan mendapatkan suplai darah. Hal ini didapatkan pada multipara dengan jarak kehamilan yang pendek dan endometrium hipoplastis yaitu menikah dan hamil pada usia yang masih sangat muda.
3. Endometrium memiliki cacat karena bekas persalinan yang berulang-ulang, kurretage manula plasenta dan bekas operasi.
4. Pada korpus luteum yang bereaksi lambat disebabkan karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5. Adanya tumor seperti myoma uteri dan polip endometrium.
6. Dan terkadang plasenta previa ini terjadi karena keadaan malnutrisi.
Gambaran klinik :
1. Perdarahan tanpa rasa nyeri
2. Darah berwarna merah segar
3. Bagian terbawah janin belum masuk PAP (pintu atas panggul)
4. Kelainan letak plasenta
Tanda utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa alasan tanpa rasa nyeri, biasanya timbul pada bulan ketujuh dan kepala janin tinggi dimana kepala tidak dapat mendekati pintu letak lintang, perdarahan timbul tanpa sebab apapun dan berulang secara tiba-tiba dan lebih banyak mangeluarkan darah dari sebelumnya. Maka sesegera mungkin pasien datang ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Penanganan :
Prinsip dasar penanganan :
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas untuk melakukan transfusi darah & operasi.
1. Penanganan pasif
a. Jika perdarahan diperkirakan tidak membahayakan
b. Janin masih premature dan masih hidup
c. Umur kehamilan kurang dari 37 Minggu
d. Tafsiran berat janin belum sampai 2500 gram
e. Tanda persalinan belum mulai dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik.
f. Tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam (VT)
g. Tangani anemia
h. Untuk menilai banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin & hematokrit secara berkala, dari pada memperkirakan banyaknya darah yang hilang pervaginam.
Tujuan penanganan pasif : Pada kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas. Pada penanganan pasif ini tidak akan berhasil untuk angka kematian perinatal pada kasus plasenta previa sentralis.
2. Penanganan aktif
a. Perdarahan di nilai membahayakan
b. Terjadi pada kehamilan lebih dari 37 Minggu
c. Tafsiran berat janin lebih dari 2500 gram tanda persalinan sudah mulai
d. Pemeriksaan dalam boleh dilakukan di meja operasi.



Terdapat 2 pilihan cara persalinan :
1) Persalinan pervaginam
Bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta & bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung. Sehingga perdarahan berhenti.
Dilakukan dengan cara :
Pemecahan selaput ketuban karena
• Bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah
• Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dapat dihindari.
2) Pemasangan Cunam Willett dan versi Braxton Hiks
Seksio sesarea. Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

IV. SOLUSIO PLASENTA
Solusio plasenta ialah pelepasan placenta sebelum waktunya dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam disidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplsenter.
Hematoma dapat semakin membersar kearah pinggir plasenta sehingga jika amniok horion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaiknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).
Etiologi :
Sebab primer solusio plasenta belum jelas tapi diduga bahwa penyebabnya adalah :
1. Hipertensi assentiaus atau pre eklamsi, dekompresi uterus mendadak
2. Tali pusat yang pendek, anomali atau tumor uterus defisiensi gizi
3. Trauma, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan kokain
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil (hydromnion gemeli) obstruksi vena kavo inferior dan vena ovarika
Disamping itu juga ada pengaruh terhadap :
1. Umur lanjut
2. Multiparitas
3. Defisiensi ac. Folicum
Diagnosis :
Prognosa untuk anak pada solusio plasenta yang berat adalah buruk ; kematian anak 90%.
Untuk ibu solusio plasenta juga merupakan keadaan yang berbahaya tapi dengan persediaan darah yang cukup dan management yang baik kematian di luar negeri dapat ditekan sampai 1 %.
Prognosa antaranya tergantung pada : besarnya bagian plasenta yang terlepas, banyaknya perdarahan, beratnya hypofibrinogenaemi, ada atau tidak adanya toxaemi, apakah perdarahan nampak atau tersembunyi dan lamanya keadaan solusio berlangsung.
Pengobatan :
1. Umum
• Pemberian darah yang cukup
• Pemberian O2
• Pemberian antibiotica
• Pada shock yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi
2. Khusus
• Terhadap hypofibrinogenaemi
• Untuk merangsang diurese : Mannit, Mannitol.
3. Obstetris
Pimpinan persalinan pada solutio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.
Alasan ialah :
• Bagian plasenta yang terlepas meluas.
• Perdarahan bertambah.
• Hypofibrinogenaemi menjelma atau bertambah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar